BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manajemen dalam bahasa inggris berarti mengelola
atau mengatur. Dalam Fattah (2006: 1), manajemen diartikan sebagai ilmu, kiat,
dan profesi. Manajemen sebagai ilmu merupakan bidang pengetahuan yang secara
sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama.
Manajemen sebagai kiat seperti pernyataan Follet merupakan hal yang dapat
mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain dalam menjalankan
tugas. Manajemen sebagai profesi menjelaskan adanya landasan keahlian khusus
untuk mencapai suatu prestasi manajer dan para profesional dengan dituntun oleh
sebuah kode etik. Manajemen dalam pendidikan menurut Djam’an Satori dalam
Sudarmiani (2009: 2) diartikan sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan
memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Manajemen memiliki pengaruh bagi
seseorang/sekelompok orang untuk bertindak. Sama halnya dengan manajemen,
kepemimpinan pun memiliki pengaruh bagi seseorang /sekelompok orang untuk
bertindak. Manajemen merupakan suatu proses menyelesaikan aktivitas secara
efisien dengan atau melalui orang lain dan berkaitan dengan rutinitas tugas
suatu organisasi, sedangkan kepemimpinan muncul jika ada upaya mempengaruhi
seorang individu/kelompok dan berhubungan dengan perubahan. Menurut Danim
(2008: 3) pemimpin dipandang sebagai inti dari manajemen dan perilaku
kepemimpinan merupakan inti perilaku manajemen. Inti dari kepemimpinan adalah
pembuatan keputusan termasuk keputusan untuk tidak memutuskan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa Pengertian Kepemimpinan?
2.
Apa
Pokok-pokok Kepemimpinan Efektif?
3.
Apa
Perbedaan antara Manajemen dengan Kepemimpinan?
4.
Bagaimana
kerjasama dalam Tim?
5.
Apa
Pengertian Menejemen Konflik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kepemimpinan.
Kepemimpinan
adalah terjemahan dari kata “leadership” yang berasal
dari kata “leader”. Pemimpin (leader) adalah orang yang memimpin,
sedangkan pimpinan merupakan jabatannya. Secara etimologi kepemimpinan berasal
dari kata dasar “pimpin” yang artinya bimbing atau tuntun. Kata kepemimpinan
memiliki arti yang sangat luas sekali, sehingga para peneliti biasanya
mendefinisikannya sesuai dengan perspektif individual dan dari aspek fenomena
yang paling menarik perhatian mereka.[1]
Definisi kepemimpinan menurut Stogdill (1974)
ialah: 1) Fokus dari proses kelompok, 2) Penerimaan kepribadian seseorang, 3)
Seni mempengaruhi peilaku, 4) Alat untuk mempengaruhi perilaku, 5) Suatu tindakan perilaku, 6) Bentuk dari ajakan (persuasi), 7) Bentuk dari relasi yang kuat, 8) Alat untuk mencapai tujuan, 9) Akibat dari interaksi, 10) Peranan yang diferensial, dan 11) Pembuat struktur.
Menurut Yulk(1978), beberapa definisi yang di anggap cukup mewakili selama seperempat abad adalah sebagai berikut :
a)
Kepemimpinan adalah perilaku dari seseorang individu yang
memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang
ingin dicapai bersama (shared goal).
b)
Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi
sedikit, pada dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi.
c)
Kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi aktifitas-aktifitas sebuah kelompok yang di organisasikan kearah pencapaian tujuan.
Fiedler (1993: 356) berpendapat, “Leader as the individual in the
group given the task of directing and coordinating task relevant group activities.”
Dari pengertian tersebut menunjukan bahwa seorang pemimpin adalah anggota
kelompok yang memiliki kemampuan unntuk mengarahkan dan mengoordinasikan
kinerja dalam rangka mencapai tujuan. Fiedler dalam hal ini lebih menekankan
pada “directing and coordinating”.[2]
Terry dan Rue (1985) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah hubungan yang
ada dalam diri seorang pemimpin,
mempengaruhi orang lain untuk bekerjasama secara sadar dalam hubungan tugas yang diinginkan.
Pemimpin adalah
orang-orang yang menentukan tujuan, motivasi, dan tindakan kepada orang lain. Pemimpin adalah
orang yang memimpin. Pemimpin dapat bersifat resmi ( formal) dan tidak resmi (non formal). Pemimpin resmi diangkat berdasarkan surat keputusan resmi dari orang yang mengangkatnya. Pemimpin resmi biasanya mendapat gaji.
Sebaliknya, pemimpin tidak resmi adalah pemimpin yang diangkat tanpa surat keputusan dan biasanya tanpa digaji. Seseorang dapat diangkat sebagai pemimpin karena mempunyai kelebihan dari anggota lainnya. Kelebihan itu yang berasal dari dalam dirinya dan ada pula yang berasal dari luar dirinya. Kelebihan dari dalam dirinya karena ia memiliki bakat sebagai seorang pemimpin, dan memiliki sifat-sifat pemimpin yang efektif. Kelebihan dari luar dirinya karena ia dikenal dan memiliki hubungan baik dengan orang yang
sedang berkuasa, punya banyak teman baik, dari keturunan orang
kaya, dan dari turunan bangsawan atau penguasa. Pemimpin adalah jabatan atau posisi seseorang di dalam sebuah organisasi.[3]
B.
Kepemimpinan Efektif
Versi Yukl tersebut mempunyai 14 kategori perilaku dari jangka
menengah yang disebut praktik-praktik manajerial dan sejumlah komponen perilaku
spesifik yang lebih besar. Kategori-kategori tersebut cukup generic untuk dapat
diaplikasikan secara luas pada jenis manajer yang berbeda-beda, namun cukup
spesifik untuk dihubungkan dengan permintaan-permintaan dan hambatan
situasional yang dihadapi seorang pimpinan individual. Kategori-kategori
tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku terhadap rekan sejawat dan
juga perilaku terhadap bawahan, yang membuatnya dapat dilakukan pada para
manajer matriks (misalnya, manajer produksi, manajer proyek, termasuk
diperguruan tinggi) dan juga terhadap manajer tradisional dengan wewenang
langsung terhadap para bawahan (yaitu, mendelegasikan, mengembangkan, memberi
imbalan).
Adapun kategori dari praktik-praktik kepemimpinan menurut Yukl
dapat dipaparkan sebagai berikut:
1.
Merencanakan
dan mengorganisasi, meliputi: (1) menentukan sasaran-sasaran dan
strategi-strategi jangka panjang; (2) menentukan cara menggunakan personel dan
sumber-sumber daya untuk menghasilkan efisiensi tugas dan (3) menentukan cara
memperbaiki koordinasi, produktivitas, serta efektivitas unit organisasi.
2.
Pemecahan
masalah, meliputi: (1) mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan
pekerjaan; (2) menganalisis masalah pada waktu yang tepat namun dengan cara
yang sistematis untuk mengidentifikasi sebab-sebab dan mencari pemecahan.
3.
Menjelaskan
peran dan sasaran, meliputi: (1) memberi arah tentang cara melakukan pekerjaan
tersebut; (2) mengomunikasikan pengertian yang jelas mengenai tanggung jawab
akan pekerjaan, dan sasaran tugas, batas waktu serta harapan mengenai kinerja.
4.
Memberi
informasi, meliputi: (1) membagi-bagi informasi yang relevan tentang keputusan,
rencana, dan kegiatan-kegiatan kepada orang yang membutuhkannya agar dapat
melakukan pekerjaannya; (2) memberi material dan dokumen tertulis.
5.
Memantau,
meliputi: (1) mengumpulkan informasi mengenai kegiatan kerja dan kondisi
eksternal yang memengaruhi pekerjaan tersebut; (2) memeriksa kemajuan dan
kualitas pekerjaan; (3) mengevaluasi kinerja individu dan unit-unit organisasi.
6.
Memotivasi
dan memberi inspirasi, meliputi: (1) dengan menggunakan teknik-teknik
memengaruhi yang menarik emosi atau logika untuk menimbulkan semangat terhadap
pekerjaan; (2) menetapkan suatu contoh mengenai perilaku yang sesuai.
7.
Berkonsultasi,
meliputi: (1) memeriksa pada orang-orang sebelum membuat perubahan yang akan
memengaruhi mereka; (2)memasukkan ide-ide serta saran-saran dari orang lain
dalam keputusan-keputusan.
8.
Mendelegasikan,
meliputi: (1) mengizinkan para bawahan untuk mempunyai tanggung jawab yang
substansial dan kebijaksanaan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kerja; (2)
membuat keputusan yang penting.
9.
Memberi
dukungan, meliputi: (1) bertindak ramah dan penuh perhatian, sabar, dan
membantu; (2) mendengarkan keluhan dan masalah; dan (3) mencari minat
seseorang.
10.
Mengembangkan
dan membimbing, meliputi: (1) memberi pelatihan dan nasihat karier yang
membantu; (2) melakukan hal-hal yang membantu perolehan keterampilan seseorang.
11.
Mengelola
konflik dan membangun tim, meliputi: (1) memudahkan pemecahan konflik yang
konstruktif; (2) kerja sama tim dan (3) identifikasi dengan unit kerja
12.
Membangun
jaringan kerja, meliputi: (1) bersosialisasi secara informal; (2)
mempertahankan kontak-kontak melalui interaksi secara periodik, termasuk
kunjungan, menelepon, korespondensi.
13.
Pengakuan,
meliputi: (1) memberi pujian dan pengakuan bagi kinerja yang efektif; (2)
mengungkapkan penghargaan terhadap konstribusi dan upaya-upaya khusus
seseorang.
14.
Memberi
imbalan, meliputi: (1) memberi atau merekomendasikan imbalan-imbalan yang nyata
seperti penambahan gaji atau promosi bagi yang kinerja efektif; (2) kompetensi
yang terlihat.
Keempat
belas perilaku dapat juga dihubungkan dengan empat jenis kegiatan umum yang
dilakukan seseorang pemimpin, yaitu: memengaruhi orang, memberi keputusan,
memberi-mencari informasi, dan membangun hubungan.[4]
C.
Kepemimpinan Versus Menejemen dalam Organisasi
Perdebatan terus berlanjut yang berkaitan
dengan perbedaan antara kepemimpinan dengan manajemen. Jelaslah bahwa seseorang
bisa jadi pemimpin tanpa harus menjadi manajer (contohnya pemimpin informal),
dan seseorang yang bisa menjadi manajer tanpa harus memimpin. Memang ada
beberapa orang dengan jabatan “manajer” tetapi tidak mempunyai bawahan (contoh
manajer bagian keuangan). Tidak seorangpun yang menyatakan bahwa mengelola dan
memimpin adalah ekuivalen, tetapi tingkat tumpang-tindih antara keduanya
menjadi perdebatan sangat tajam.
Beberapa penulis berpendapat bahwa
kepemimpinan dan manajemen adalah berbeda secara kualitatif dan saling
meniadakan. Beberapa perbedaan yang paling ekstrim melibatkan asumsi bahwa
manajemen dan kepemimpinan tidak mungkin terjadi pada satu orang yang sama.
Dengan kata lain, beberapa orang adalah manajer dan orang yang lainnya adalah
pemimpin. Definisi pemimpin dan manajer diasumsikan nilainya saling
bertentangan dan bebeda kepribadian. Manajer menghargai stabilitas, keteraturan
dan efisiensi, sementara pemimpin menghargai fleksibilitas, inovasi, dan
adaptasi. Manajer sangat memperhatikan bagaimana sesuatu diselesaikan, dan
mereka berusaha untuk membuat orang dapat melakukannya dengan lebih baik lagi.
Para pemimpin sangat memperhatikan apa atrti berbagai hal bagi orang-orang dan
berusaha agar orang menyepakati hal-hal yang terpenting yang harus dilakukan.[5]
Contohnya seorang kepala sekolah yang ideal
mampu mensinergikan kemampuan manajemen dan kemampuan kepemimpinan secara
simultan. Pada tataran perilaku interaksi antara manusia organisasional dan
pemberdayaan sumber daya pendukungnya, kedua kemampuan itu sulit dipisahkan,
karena memang praksis kepemimpinan dan manajemen tidak mudah dibedakan.
Subjeknya disebut pemimpin atau manajer yang keduanya dikonotasikan menduduki
posisi level atas pada hirarki organisasi. Keduanya sama-saa melakukan
transformasi, meski proses manajemen lebih jelas dibandingkan dengan proses
kepemimpinan. Demikian juga tujuannya, agar organisasi dapat dikelola secara
efektif dan efisien.
Praktis kepemimpinan dan manajemen
keorganisasian pun sering diperselisihkan sama, meski demikian, secara definisi
sebagian pakar cenderung memposisikan kepemimpinan lebih luas dibandingkan
dengan manajemen. Sebagian lagi memposisikan inti manajemen adalah kepemimpinan
dan inti kepemimpinan adalah perbuatan keputusan. Pembuatana keputusan pun
merupakan inti dari manajemen, karena tidak akan terjadi proses manajemen tanpa
adanya keputusan yang relevan. Persoalan ini sesunhgguhnya tidak terletak pada
keluasan ataupun kesempitan konsep, melainkan bagaimana kepemimpinan dan
manajemen itu dapat dipahami sehingga menjadi konsep atau acuan dalam bekerja.
Tabel 1. Perbedaan manajemen dengan
kepemimpinan.
Manajemen
|
Leadership
|
Manajemen membangun dan mengembangkan struktur
organisasi.
|
Pemimpin mengembangkan kultur organisasi
|
Merujuk pada alur kepengikutan.
|
Merujuk pada alur penemuan.
|
Manajemen Mengerjakan sesuatu yang benar.
|
Leadership mengerjakan sesuat dengan benar.
|
Bersifat mengedepankan pemeliharaan dan pengendalian.
|
Bersifat mengembangkan dan menginspirasi kepercayaan.
|
Berfokus
beranjak dengan “di sini dan sekarang” dari pencapaian tujuan.
|
berfokus pada
upaya mengkreasitentang masa depan yang diinginkan.
|
Manajer memelihara level rendah keterlibatan emosional,
|
Pemimpin mempunyai empati terhadap orang lain dan
memberi perhatian pada setiap peristiwa dan makna tindakan.
|
Manajer mendesain dan membawa rencana, mendorong
tindakan, dan bekerja efektif dengan orang,
|
Pemimpin memantapkan misi dan membangkitkan rasa untuk
mencapai arah tertentu.
|
Manajemen mengembangkan pikiran dari organisasi,
|
Sedangkan kepemimpinan belajar dari organisasi.
|
Pada tataran
filosofis, kepemimpinan dan manajemen sesungguhnya dapat dibedakan. Kombinasi
manajemen dan kepemimpinan yang kuat akan meningkatkan potensi. Kepemimpinan
akan berhasil bila didukung oleh kemampuan manajemen yang kuat pula.
Sebaliknya, manajemen akan kuat dan mampu mengembangkan organisasi bila
dijalankan oleh seorang pemimpin yang kuat. Dengan demikian, anatar
kepemimpinan dan manajemen dalam suatu organisasi termasuk organisasi sekolah
bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya menduduki
peranan yang penting dalam rangka mencapai tujuan.[6]
D. Kerjasama Tim dalam Organisasi
Maksud kerjasama tim di sini adalah kelompok
kerja (task force) yang bekerja
guna tercapainya tujuan organisasi. Tim kerja adalah kumpulan dari
individu-individu dengan keahlian spesifik yang bekerja sama dan berinteraksi
untuk mencapai tujuan bersama.
Yaslis Ilyas menjelaskan bahwa inti dari tim
kerja terdiri dari tiga komponen penting, yaitu komitmen bersama, salig
percaya, dan saling menghormati. Ketiga faktor inilah yang membuat sebuah tim
kerja sangat kuat (powerful) bila dibandingkan dengan tiap-tiap anggota
yang bekerja secara mandiri. “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”
merupakan pepatah yang menjadi spirit dan nilai dasar dari pembangunan tim
kerja dalam organisasi.[7]
Tim kerja berbeda dari sekedar kelompok kerja
tradisional. Pada tim kerja dituntut akuntabilitas, baik secara individual
maupun kelompok. Inilah yang membuiat tim kerja daopat tampil lebih baik
dibandingkan satu orang yang paling baik sekali pun.
Pengembangan tim kerja menurut Belbin, umumnya melalui
empat proses, yaitu pembentukan, perselisihan, penetapan nilai, dan kinerja. Pertama,
tahap pembentukan. Pada tahap pemimpin dan anggota tim berupaya untuk
menyesuaikan tujuan individu dengan tujuan bersama. Setiap anggota tim berupaya
untuk mengenal tugas masing-masing dan bagaiman kaitannya dengan pekerjaan dan
tugas anggota lain. Setiap fungsi dan tufgas seorang anggota adalah bagian tak
terpisahkan dari fungsi dan tugas anggota lain. Denagn demikian, secara alamiah
terbentuklah keterikatan dan persatuan antara anggota tim kerja.
Kedua, tahap perselisihan. Pada tahap ini akan
terjadi situasi yang sangat krusial dari suatu pengembangan tim. Hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perbedaan budaya, prilaku, ambiguitas
terhadap peran, komunikasi yang buruk, kurang terampil, pengambilan keputusan
yang tidak efektif dan tidak dipahami, kepemimpinan yang buruk, dan penghargaan
dan imbalan yang kurang. Pada kondisi ini, peran pemimpin untuk mengelola dan
menyelesaikan konflik harus baik, dan anggota kelompok harus memiliki kesadaran
dan komitmen untuk menyelesaiakna konflik agar tujuan tim yang lebih besar
dapat diwujudkan. Setiap anggota perlu menyesuaikan diri dengan norma yang akan
dikembangkan oleh tim, dan setiap anggota bersedia membatasi kemerdekaan
individu demi kesuksesan tim kerja.
Ketiga, tahap penetapan nilai. Pada tahap ini
perenungan kembali terhadap impian tim perlu dilakukan oleh setiap anggota
kelompok kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan refleksi bersama atas
visi, misi, dan tujuan bersama dalam organisasi. Setiap pendapat, usulan,
pertanyaan, dan kritikan harus disampaikan secara jujur dan terbuka kemudian
dibahas untuk mendapatkan solusi dan komitmen bersama.
Keempat, tahap kinerja. Pada tahap ini komponen penting
adalah komitmen bersama, saling percaya, dan saling menghormati.
Komponen-komponen ini enjadi ruh bagi tim untuk melaksanakan tugas dalam
kinerja tim. Pada tahap ini semua anggota tim akan melihat bahwa mereka ada di
jalur yang benar untuk mewujudkan impian terbesar, semangat tolong menolong di
antara anggota merupakan unsur penting dalam menghasilkan sinergitas kinerja
tim.[8]
Kerjasama tim atau teamwork didefinisikan
oleh Scarnati (2001) sebagai proses yang memungkinkan orang biasa untuk
mencapai hasil yang luar biasa. Sedangkan
Harris dan Harris (1996) menjelaskan bahwa tim memiliki tujuan bersama atau
tujuan dimana anggota tim dapat mengembangkan keefektifan dan hubungan timbal
balik untuk mencapai tujuan tim (dalam Tarricone dan Luca, 2002).
Widiastuti (2011) mengungkapkan beberapa ciri tim yang efektif
yaitu sebagai berikut:
1.
Tujuan
yang sama: Tim yang efektif memiliki tujuan dan semua anggota tim tahu
benar tujuan yang hendak dicapai organisasi.
2.
Antusiasme
yang tinggi: Antusiasme tinggi bisa dibangkitkan jika kondisi kerja juga
menyenangkan. Anggota tim tidak merasa takut menyatakan pendapat, mereka juga
diberi kesempatan untuk menunjukkan keahlian mereka dengan menjadi diri
sendiri, sehingga kontribusi yang mereka berikan juga bisa optimal.
3.
Peran
dan tanggung jawab yang jelas: Setiap anggota tim harus mempunyai peran
dan tanggung jawab masing-masing yang jelas. Tujuannya adalah agar mereka tahu
kontribusi apa yang bisa mereka berikan untuk menunjang tercapainya tujuan
bersama yang telah ditentukan sebelumnya.
4.
Komunikasi
yang efektif: Dalam proses meraih tujuan, harus ada komunikasi yang
efektif antar-anggota tim.
5.
Resolusi
Konflik: Peace is not the absence of conflict, but the presence of justice. Ini
merupakan pendapat Martin Luther King. Rasanya hal ini berlaku pula pada
pencapaian sebuah tujuan. Dalam mencapai tujuan mungkin saja ada konflik yang
harus dihadapi. Jika terjadi konflik, jangan didiamkan ataupun dihindari tapi
perlu segera dikendalikan.
Hersey dan Blancd, menyatakan pada dasarnya, di
dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat dua unsur utama, yaitu unsur pengarahan
(directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior).
Dari dua unsur tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi empat
kelompok, yaitu:
High
Supportive and High directive Behavior
COACHING
|
|
Low
Supportive and Low directive Behavior DELEGATING
|
Low
Supportive and High directive Behavior
DIRECTING
|
LOW HIGH[9]
6.
Shared
power: Tiap anggota tim perlu diberikan kesempatan
untuk menjadi ”pemimpin”, menunjukkan ”kekuasaannya” di bidang yang menjadi
keahlian dan tanggung jawab mereka masing-masing. Sehingga mereka merasa ikut
bertanggung jawab untuk kesuksesan tercapainya tujuan bersama.
Keahlian: Tim yang terdiri dari
anggota-anggota dengan berbagai keahlian yang saling menunjang akan lebih mudah
bekerja sama mencapai tujuan. Berbagai keahlian yang berbeda tersebut dapat
saling menunjang sehingga pekerjaan menjadi lebih mudah dan lebih cepat
diselesaikan. Anggota tim dengan keahlian yang berbeda juga bisa saling
memperluas perspektif and memperkaya keahlian masing-masing apresiasi. Tiap
anggota yang telah berhasil melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya dengan
baik, atau telah memberikan kontribusi positif bagi keuntungan tim, pantas
mendapat apresiasi.[10]
E. Manajemen
Konflik
Secara definisi konflik memiliki pengertian yang berbeda-beda,
demikian juga para ahli dalam memberikan definisi manajemen konflik tidak ada
yang sama, kerana sudut pandang mereka yang berbeda. Kata konflik berasal dari
kata Confligere, Conflictum yang berarti saling berbenturan. Arti kata
ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian,
ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi, dan interaksi-interaksi
yang antagonis.[11]
Manajemen konflik sedikitnya
memiliki tiga tahapan sebagai berikut: 1) Perencanaan analisis konflik. Tahap
ini merupakan tahap identifikasi terhadap konflik yang terjadi, untuk menetukan
sumber penyebab dan pihak-pihak yang terlibat. 2) Penilaian konflik, tahap ini
dilakukan untuk mengetahui kondisi konflik dan pemecahannya. 3) Pemecahan
konflik, tahap ini merupakan tindakan untuk memecahkan konflik, termasuk
memberi stimulus jika masih dalam tahap tersembunyi dan perlu dibuka.
Seorang pemimpin dapat menjadi pihak
utama dalam konflik-konflik yang terjadi di sekolah, yakni melibatkan diri
secara aktif dalam situasi konflik yang berkembang. Pada kasus apapun seorang
pemimpin harus menjadi seorang partisipan yang terampil dalam dinamika konflik.
Meskipun konflik sudah meruncing dan mengganggu pembelajaran, serta
membahayakan pencapaikan tujuan pendidikan, kepala sekolah tetap harus
mengatasinya. Untuk dapat mengatasi konflik perlu memahami sebab dan sumbernya.
Thomas, (1989) mengembangkan lima
kecenderungan proses alamiah dalam menyelesaikan konflik, yaitu penghindaran
diri kompotisi, penyesuaian diri, kompromi, dan kolaborasi. Kecerendungan ini
disusun berdasarkan derajat kemampuan untuk memuaskan kepentingan orang lain
dan kepentingan diri sendiri. Kecenderungan tersebut bukan satu-satunya
pendekatan atau cara untuk menyelesaikan dan mengelola konflik. Adapun lima
kecerendungan penyelesaian konflik secara alamiah yang diungkapkan Thomas yaitu
sebagai
1.
Jika
kegigihan dan kerjasama pihak rendah, maka mereka akan berusaha menghindarkan
diri, sehingga konflik tidak tampak.
2.
Jika
pihak terkait sangat gigih dan sulit untuk bekerjasama, maka akan terjadi
kompotisi untuk menang, dan pihak yang lebih kuat akan menang serta memaksakan
kehendaknya kepada yang lebih lemah.
3.
Jika
dorongan untuk kerja sama diantara pihak terkait sangat baik, maka kegigihannya
rendah, maka akan terjadi penyesuaian diri, dan mementingkan terjaganya
hubungan, sedangkan prinsip di kesampingkan.
4.
Jika
kegigihan dan kemauan kerja sama antar pihak terkait sama-sama sedang, maka
akan terjadi kompromi.
5.
Jika
kegigihan dan kemauan kerja sama antar pihak terkait sama-sama tinggi, maka
akan terjadi koraborasi untuk mencari pemecahan masalah yang efektif.
Kepala sekolah harus memahami
kecerendungan-kecerendungan proses alamiah delam penyelesaian konflik diatas.
Berdasarkan kecerendungan proses alamiah dalam menyelesaikan konflik yang
dikemukakan Thomas, dapat di identivikasikan pendekatan penyelesaian konflik
sebagai berikut:
a.
Mempersatukan
(integrating), merupakan salah satu penyelesaian konflik melalui tukar menukar
informasi dan ada keinginan mengamati perbedaan serta mencari solusi yang dapat
diterima oleh semua pihak.
b.
Membantu
(obliging), menetapkan nilai yang tinggi untuk orang lain, sementara dirinya
sendiri dinilai rendah.
c.
Mendominasi
(dominating), pendekatan ini menekankan pada diri sendiri dan meremehkan
kepentingan orang lain, sehingga kewajiban bisa di kalahkan oleh keinginan pribadi.
d.
Menghindar
(avoiding), pendekatan ini tidak menempatkan nilai pada diri sendiri atau orang
lain, tetapi berusaha menghindar dari persoalan.
e.
Mengadakan
kompromi (kompromising), pendekatan ini memiliki keseimbangan yang s edang
dalam memperhatikan diri sendiri dan orang lain, sebagai jalan tengah.
Sehubungan dengan pendekatan manajemen konflik di atas, sedikitnya
terdapat 4 strategi untuk menyelesaikan
konflik yang efektif di sekolah, yaitu menggunakan konfrontasi, menggunakan
gaya tertentu, memperbaiki praktik organisasi, serta mengadakan perubahan peran
dan struktur organisasi.
Terdapat dua hal penting yang perlu diperhatikan kepala sekolah
salam menerapkan manajemen konflik di sekolah. (1) jika kepala sekolah yakin
bahwa konflik yang terjadi belum mencapai titik kritis, maka sebaiknya
dilakukan pencegahan untuk menghindari dampak negatif. (2) jika kepala sekolah
belum yankin dengan konflik yang terjadi, dan memerlukan pengalaman untuk
memastikannya, maka sebaiknya berkonsultasi dengan ahli.
Dalam kondisi konflik yang sudah benar-benar meluas, penyelesaian
masalah dilakuakan dengan negoisasi melalui tatap muka dengan pihak yang
bertentangan. Agar negoisasi berhasil sesuai dengan yang diharapkan, diperlukan
adanya pihak perunding yang mampu menjembantani pihak yang sedang menghadapi
konflik. Negoisasi merupakan cara menetapkan keputusan yang bisa diterima oleh
semua pihak dengan berbagai konsekuensinya dimasa depan, yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:
·
Melibatkan orang, baik
sebagai individu, perwakilan organisasi maupun perhusahaan.
·
Mengandung konflik yang
terjadi sejak awal sampai ada kesepakatan untuk melakukan negosiasi.
·
Menggunakan pertemuan tatap
muka melalui bahasa lisan, gerak tubuh, dan ekspresi wajah.
Pengendalian konflik
di sekolah yang paling baik adalah memahami penyebabnya dan berusaha
menghilangkannya. Misalnya, memindahkan tenaga kependidikan non guru untuk
penyegaran, dan mengatasi kejenuhan dalam melakukan pekerjaannya. Disamping
itu, dapat juga dilakukan dengan menciptakan lingkungan kerja baru yang
kondusif, aman, nyaman, dan menyenangkan.[12]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Kepemimpinan adalah termahan dari kata “leadership”
yang berasal dari kata “leader”. Pemimpin (leader) adalah orang yang
memimpin, sedangkan pimpinan merupakan jabatannya. Secara etimologi
kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin” yang artinya bimbing atau tuntun.
Kata kepemimpinan memiliki arti yang sangat luas sekali, sehingga para peneliti
biasanya mendefinisikannya sesuai dengan perspektif individual dan dari aspek
fenomena yang paling menarik perhatian mereka.
·
Versi Yukl tersebut mempunyai 14 kategori
perilaku dari jangka menengah yang disebut praktik-praktik manajerial dan sejumlah
komponen perilaku spesifik yang lebih besar, Adapun kategori dari
praktik-praktik kepemimpinan menurut Yukl sebagai berikut Merencanakan
dan mengorganisasi, Pemecahan masalah, Menjelaskan peran dan
sasaran, Memberi informasi, Memantau, Memotivasi dan memberi inspirasi,
Berkonsultasi, Mendelegasikan, Memberi dukungan, Mengembangkan dan membimbing,
Mengelola konflik dan membangun tim, Membangun jaringan kerja, Pengakuan dan Memberi
imbalan.
· Manajemen = Manajemen
membangun dan mengembangkan struktur organisasi, Merujuk
pada alur kepengikutan, Manajemen Mengerjakan sesuatu yang benar, Bersifat mengedepankan
pemeliharaan dan pengendalian, Berfokus
beranjak dengan “di sini dan sekarang” dari pencapaian tujuan, Manajer
memelihara level rendah keterlibatan emosional, Manajer mendesain dan membawa
rencana, mendorong tindakan, dan bekerja efektif dengan orang, Manajemen
mengembangkan pikiran dari organisasi sedangkan Leadership = Pemimpin mengembangkan kultur organisasi, Merujuk pada
alur penemuan, Leadership mengerjakan sesuat dengan benar, Bersifat
mengembangkan dan menginspirasi kepercayaan, berfokus pada upaya mengkreasitentang masa depan yang
diinginkan, Pemimpin mempunyai empati terhadap orang lain
dan memberi perhatian pada setiap peristiwa dan makna tindakan, Pemimpin
memantapkan misi dan membangkitkan rasa untuk mencapai arah tertentu, Sedangkan
kepemimpinan belajar dari organisasi.
·
Kerjasama Tim dalam Organisasi
Pengembangan tim kerja menurut Belbin :
1.
tahap pembentukan
2.
tahap perselisihan
3.
tahap penetapan nilai
4.
tahap kinerja.
·
Dalam
kondisi konflik yang sudah benar-benar meluas, penyelesaian masalah dilakuakan
dengan negoisasi melalui tatap muka dengan pihak yang bertentangan. Agar
negoisasi berhasil sesuai dengan yang diharapkan, diperlukan adanya
pihak perunding yang mampu menjembantani pihak yang sedang menghadapi konflik.
Daftar Pustaka
Usmani, Husaini. 2009. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan Edisi 3. Jakarta: Bumi Aksara
Mulyasa. 2011. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara
Wahyudi.
Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar (Learning
Organization). Alfabeta, Vc
Kempa,
Rudolf. 2015. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Machali,
Imam. 2016. The Handbook of Education Management Teori dan Praktek Pengelolaan
Sekolah/Madrasah di Indonesia. Jakarta:
Prenadamedia Group.
[1]
Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelola pendidikan, (Yogyakarta:Pustaka Education 2010), Hlml.81
[2] Imam Machali, The Handbook of Education Management Teori dan
Praktek Pengelolaan Sekolah/Madrasah di Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), Hlm.83
[3]
Husaini Usmani, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan Edisi 3, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), hlm.
[4]Imam Machali, The Handbook of Education Management Teori dan
Praktek Pengelolaan Sekolah/Madrasah di Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm 96-98
[6] Sudarwan Danim. 2009. Manajemen dan
kepemimpinan Transformasional. Jakarta:Rineka Cipta
[7] Yaslis Ilyas (2003:1)
[8]
Hastuti dan Wijayanti, Kinerja Manajerial: Hasil Kerjasama Tim dan Perbaikan Berkesinambungan.
Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis 2009, Vol. 9, No. 1. Hal: 10-18.
[9] Gambar
1. Gaya Kepemimpinan Sumber: Hersey dan Blanchard (dalam Elizabeth dan
Aulia, 2010)
[10] A
Elizabeth dan G. M Aulia, Gaya Kepemimpinan Dalam Organisasi, (Jakarta:
Universitas Indonesia 2010).
[11]
Rudolf
Kempa, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015),
hlm.44
[12] Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan
Kepala Sekolah, (
Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2011),
hlm.266-273
Author: Siti Hainiyah
Editor: Diemas