Selasa, 28 Mei 2019

MAKALAH EFEKTIFITAS DAN KARAKTERISTIK PEMIMPIN


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Manajemen dalam bahasa inggris berarti mengelola atau mengatur. Dalam Fattah (2006: 1), manajemen diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Manajemen sebagai ilmu merupakan bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Manajemen sebagai kiat seperti pernyataan Follet merupakan hal yang dapat mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain dalam menjalankan tugas. Manajemen sebagai profesi menjelaskan adanya landasan keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer dan para profesional dengan dituntun oleh sebuah kode etik. Manajemen dalam pendidikan menurut Djam’an Satori dalam Sudarmiani (2009: 2) diartikan sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Manajemen memiliki pengaruh bagi seseorang/sekelompok orang untuk bertindak. Sama halnya dengan manajemen, kepemimpinan pun memiliki pengaruh bagi seseorang /sekelompok orang untuk bertindak. Manajemen merupakan suatu proses menyelesaikan aktivitas secara efisien dengan atau melalui orang lain dan berkaitan dengan rutinitas tugas suatu organisasi, sedangkan kepemimpinan muncul jika ada upaya mempengaruhi seorang individu/kelompok dan berhubungan dengan perubahan. Menurut Danim (2008: 3) pemimpin dipandang sebagai inti dari manajemen dan perilaku kepemimpinan merupakan inti perilaku manajemen. Inti dari kepemimpinan adalah pembuatan keputusan termasuk keputusan untuk tidak memutuskan.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa Pengertian Kepemimpinan?
2.    Apa Pokok-pokok Kepemimpinan Efektif?
3.    Apa Perbedaan antara Manajemen dengan Kepemimpinan?
4.    Bagaimana kerjasama dalam Tim?
5.    Apa Pengertian Menejemen Konflik?


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Kepemimpinan.
Kepemimpinan adalah terjemahan dari kata “leadership” yang berasal dari kata “leader”. Pemimpin (leader) adalah orang yang memimpin, sedangkan pimpinan merupakan jabatannya. Secara etimologi kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin” yang artinya bimbing atau tuntun. Kata kepemimpinan memiliki arti yang sangat luas sekali, sehingga para peneliti biasanya mendefinisikannya sesuai dengan perspektif individual dan dari aspek fenomena yang paling menarik perhatian mereka.[1]
Definisi kepemimpinan menurut Stogdill (1974) ialah: 1) Fokus dari proses kelompok, 2) Penerimaan kepribadian seseorang, 3) Seni mempengaruhi peilaku, 4) Alat untuk mempengaruhi perilaku, 5) Suatu tindakan perilaku, 6) Bentuk dari ajakan (persuasi), 7) Bentuk dari relasi yang kuat, 8) Alat untuk mencapai tujuan, 9) Akibat dari interaksi, 10) Peranan yang diferensial, dan 11) Pembuat struktur.
Menurut Yulk(1978), beberapa definisi yang di anggap cukup mewakili selama seperempat abad adalah sebagai berikut :
a)    Kepemimpinan adalah perilaku dari seseorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal).
b)   Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit, pada dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi.
c)    Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas-aktifitas sebuah kelompok yang di organisasikan kearah pencapaian tujuan.
Fiedler (1993: 356) berpendapat, “Leader as the individual in the group given the task of directing and coordinating task relevant group activities.” Dari pengertian tersebut menunjukan bahwa seorang pemimpin adalah anggota kelompok yang memiliki kemampuan unntuk mengarahkan dan mengoordinasikan kinerja dalam rangka mencapai tujuan. Fiedler dalam hal ini lebih menekankan pada “directing and coordinating”.[2]
Terry dan Rue (1985) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seorang pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerjasama secara sadar dalam hubungan tugas yang diinginkan.
Pemimpin adalah orang-orang yang menentukan tujuan, motivasi, dan tindakan kepada orang lain. Pemimpin adalah orang yang memimpin. Pemimpin dapat bersifat resmi (  formal) dan tidak resmi (non formal). Pemimpin resmi diangkat berdasarkan surat keputusan resmi dari orang yang mengangkatnya. Pemimpin resmi biasanya mendapat gaji. Sebaliknya, pemimpin tidak resmi adalah pemimpin yang diangkat tanpa surat keputusan dan biasanya tanpa digaji. Seseorang dapat diangkat sebagai pemimpin karena mempunyai kelebihan dari anggota lainnya. Kelebihan itu yang berasal dari dalam dirinya dan ada pula yang berasal dari luar dirinya. Kelebihan dari dalam dirinya karena ia memiliki bakat sebagai seorang pemimpin, dan memiliki sifat-sifat pemimpin yang efektif. Kelebihan dari luar dirinya karena ia dikenal dan memiliki hubungan baik dengan  orang yang sedang berkuasa, punya banyak teman baik, dari keturunan orang kaya, dan dari turunan bangsawan atau penguasa. Pemimpin adalah jabatan atau posisi seseorang di dalam sebuah  organisasi.[3]
B.       Kepemimpinan Efektif
Versi Yukl tersebut mempunyai 14 kategori perilaku dari jangka menengah yang disebut praktik-praktik manajerial dan sejumlah komponen perilaku spesifik yang lebih besar. Kategori-kategori tersebut cukup generic untuk dapat diaplikasikan secara luas pada jenis manajer yang berbeda-beda, namun cukup spesifik untuk dihubungkan dengan permintaan-permintaan dan hambatan situasional yang dihadapi seorang pimpinan individual. Kategori-kategori tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku terhadap rekan sejawat dan juga perilaku terhadap bawahan, yang membuatnya dapat dilakukan pada para manajer matriks (misalnya, manajer produksi, manajer proyek, termasuk diperguruan tinggi) dan juga terhadap manajer tradisional dengan wewenang langsung terhadap para bawahan (yaitu, mendelegasikan, mengembangkan, memberi imbalan).
Adapun kategori dari praktik-praktik kepemimpinan menurut Yukl dapat dipaparkan sebagai berikut:
1.    Merencanakan dan mengorganisasi, meliputi: (1) menentukan sasaran-sasaran dan strategi-strategi jangka panjang; (2) menentukan cara menggunakan personel dan sumber-sumber daya untuk menghasilkan efisiensi tugas dan (3) menentukan cara memperbaiki koordinasi, produktivitas, serta efektivitas unit organisasi.
2.    Pemecahan masalah, meliputi: (1) mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan pekerjaan; (2) menganalisis masalah pada waktu yang tepat namun dengan cara yang sistematis untuk mengidentifikasi sebab-sebab dan mencari pemecahan.
3.    Menjelaskan peran dan sasaran, meliputi: (1) memberi arah tentang cara melakukan pekerjaan tersebut; (2) mengomunikasikan pengertian yang jelas mengenai tanggung jawab akan pekerjaan, dan sasaran tugas, batas waktu serta harapan mengenai kinerja.
4.    Memberi informasi, meliputi: (1) membagi-bagi informasi yang relevan tentang keputusan, rencana, dan kegiatan-kegiatan kepada orang yang membutuhkannya agar dapat melakukan pekerjaannya; (2) memberi material dan dokumen tertulis.
5.    Memantau, meliputi: (1) mengumpulkan informasi mengenai kegiatan kerja dan kondisi eksternal yang memengaruhi pekerjaan tersebut; (2) memeriksa kemajuan dan kualitas pekerjaan; (3) mengevaluasi kinerja individu dan unit-unit organisasi.
6.    Memotivasi dan memberi inspirasi, meliputi: (1) dengan menggunakan teknik-teknik memengaruhi yang menarik emosi atau logika untuk menimbulkan semangat terhadap pekerjaan; (2) menetapkan suatu contoh mengenai perilaku yang sesuai.
7.    Berkonsultasi, meliputi: (1) memeriksa pada orang-orang sebelum membuat perubahan yang akan memengaruhi mereka; (2)memasukkan ide-ide serta saran-saran dari orang lain dalam keputusan-keputusan.
8.    Mendelegasikan, meliputi: (1) mengizinkan para bawahan untuk mempunyai tanggung jawab yang substansial dan kebijaksanaan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan kerja; (2) membuat keputusan yang penting.
9.    Memberi dukungan, meliputi: (1) bertindak ramah dan penuh perhatian, sabar, dan membantu; (2) mendengarkan keluhan dan masalah; dan (3) mencari minat seseorang.
10.    Mengembangkan dan membimbing, meliputi: (1) memberi pelatihan dan nasihat karier yang membantu; (2) melakukan hal-hal yang membantu perolehan keterampilan seseorang.
11.    Mengelola konflik dan membangun tim, meliputi: (1) memudahkan pemecahan konflik yang konstruktif; (2) kerja sama tim dan (3) identifikasi dengan unit kerja
12.    Membangun jaringan kerja, meliputi: (1) bersosialisasi secara informal; (2) mempertahankan kontak-kontak melalui interaksi secara periodik, termasuk kunjungan, menelepon, korespondensi.
13.    Pengakuan, meliputi: (1) memberi pujian dan pengakuan bagi kinerja yang efektif; (2) mengungkapkan penghargaan terhadap konstribusi dan upaya-upaya khusus seseorang.
14.    Memberi imbalan, meliputi: (1) memberi atau merekomendasikan imbalan-imbalan yang nyata seperti penambahan gaji atau promosi bagi yang kinerja efektif; (2) kompetensi yang terlihat.
Keempat belas perilaku dapat juga dihubungkan dengan empat jenis kegiatan umum yang dilakukan seseorang pemimpin, yaitu: memengaruhi orang, memberi keputusan, memberi-mencari informasi, dan membangun hubungan.[4]
C.      Kepemimpinan Versus Menejemen dalam Organisasi
Perdebatan terus berlanjut yang berkaitan dengan perbedaan antara kepemimpinan dengan manajemen. Jelaslah bahwa seseorang bisa jadi pemimpin tanpa harus menjadi manajer (contohnya pemimpin informal), dan seseorang yang bisa menjadi manajer tanpa harus memimpin. Memang ada beberapa orang dengan jabatan “manajer” tetapi tidak mempunyai bawahan (contoh manajer bagian keuangan). Tidak seorangpun yang menyatakan bahwa mengelola dan memimpin adalah ekuivalen, tetapi tingkat tumpang-tindih antara keduanya menjadi perdebatan sangat tajam.
Beberapa penulis berpendapat bahwa kepemimpinan dan manajemen adalah berbeda secara kualitatif dan saling meniadakan. Beberapa perbedaan yang paling ekstrim melibatkan asumsi bahwa manajemen dan kepemimpinan tidak mungkin terjadi pada satu orang yang sama. Dengan kata lain, beberapa orang adalah manajer dan orang yang lainnya adalah pemimpin. Definisi pemimpin dan manajer diasumsikan nilainya saling bertentangan dan bebeda kepribadian. Manajer menghargai stabilitas, keteraturan dan efisiensi, sementara pemimpin menghargai fleksibilitas, inovasi, dan adaptasi. Manajer sangat memperhatikan bagaimana sesuatu diselesaikan, dan mereka berusaha untuk membuat orang dapat melakukannya dengan lebih baik lagi. Para pemimpin sangat memperhatikan apa atrti berbagai hal bagi orang-orang dan berusaha agar orang menyepakati hal-hal yang terpenting yang harus dilakukan.[5]
Contohnya seorang kepala sekolah yang ideal mampu mensinergikan kemampuan manajemen dan kemampuan kepemimpinan secara simultan. Pada tataran perilaku interaksi antara manusia organisasional dan pemberdayaan sumber daya pendukungnya, kedua kemampuan itu sulit dipisahkan, karena memang praksis kepemimpinan dan manajemen tidak mudah dibedakan. Subjeknya disebut pemimpin atau manajer yang keduanya dikonotasikan menduduki posisi level atas pada hirarki organisasi. Keduanya sama-saa melakukan transformasi, meski proses manajemen lebih jelas dibandingkan dengan proses kepemimpinan. Demikian juga tujuannya, agar organisasi dapat dikelola secara efektif dan efisien.
Praktis kepemimpinan dan manajemen keorganisasian pun sering diperselisihkan sama, meski demikian, secara definisi sebagian pakar cenderung memposisikan kepemimpinan lebih luas dibandingkan dengan manajemen. Sebagian lagi memposisikan inti manajemen adalah kepemimpinan dan inti kepemimpinan adalah perbuatan keputusan. Pembuatana keputusan pun merupakan inti dari manajemen, karena tidak akan terjadi proses manajemen tanpa adanya keputusan yang relevan. Persoalan ini sesunhgguhnya tidak terletak pada keluasan ataupun kesempitan konsep, melainkan bagaimana kepemimpinan dan manajemen itu dapat dipahami sehingga menjadi konsep atau acuan dalam bekerja.
Tabel 1. Perbedaan manajemen dengan kepemimpinan.
Manajemen
Leadership
Manajemen membangun dan mengembangkan struktur organisasi.
Pemimpin mengembangkan kultur organisasi
Merujuk pada alur kepengikutan.
Merujuk pada alur penemuan.
Manajemen Mengerjakan sesuatu yang benar.
Leadership mengerjakan sesuat dengan benar.
Bersifat mengedepankan pemeliharaan dan pengendalian.
Bersifat mengembangkan dan menginspirasi kepercayaan.
Berfokus  beranjak dengan “di sini dan sekarang” dari pencapaian tujuan.
 berfokus pada upaya mengkreasitentang masa depan yang diinginkan.
Manajer memelihara level rendah keterlibatan emosional,
Pemimpin mempunyai empati terhadap orang lain dan memberi perhatian pada setiap peristiwa dan makna tindakan.
Manajer mendesain dan membawa rencana, mendorong tindakan, dan bekerja efektif dengan orang,
Pemimpin memantapkan misi dan membangkitkan rasa untuk mencapai arah tertentu.
Manajemen mengembangkan pikiran dari organisasi,
Sedangkan kepemimpinan belajar dari organisasi.

Pada tataran filosofis, kepemimpinan dan manajemen sesungguhnya dapat dibedakan. Kombinasi manajemen dan kepemimpinan yang kuat akan meningkatkan potensi. Kepemimpinan akan berhasil bila didukung oleh kemampuan manajemen yang kuat pula. Sebaliknya, manajemen akan kuat dan mampu mengembangkan organisasi bila dijalankan oleh seorang pemimpin yang kuat. Dengan demikian, anatar kepemimpinan dan manajemen dalam suatu organisasi termasuk organisasi sekolah bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya menduduki peranan yang penting dalam rangka mencapai tujuan.[6]
D.      Kerjasama Tim dalam Organisasi
Maksud kerjasama tim di sini adalah kelompok kerja  (task force) yang bekerja guna tercapainya tujuan organisasi. Tim kerja adalah kumpulan dari individu-individu dengan keahlian spesifik yang bekerja sama dan berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama.
Yaslis Ilyas menjelaskan bahwa inti dari tim kerja terdiri dari tiga komponen penting, yaitu komitmen bersama, salig percaya, dan saling menghormati. Ketiga faktor inilah yang membuat sebuah tim kerja sangat kuat (powerful) bila dibandingkan dengan tiap-tiap anggota yang bekerja secara mandiri. “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh” merupakan pepatah yang menjadi spirit dan nilai dasar dari pembangunan tim kerja dalam organisasi.[7]
Tim kerja berbeda dari sekedar kelompok kerja tradisional. Pada tim kerja dituntut akuntabilitas, baik secara individual maupun kelompok. Inilah yang membuiat tim kerja daopat tampil lebih baik dibandingkan satu orang yang paling baik sekali pun.
Pengembangan tim kerja menurut Belbin, umumnya melalui empat proses, yaitu pembentukan, perselisihan, penetapan nilai, dan kinerja. Pertama, tahap pembentukan. Pada tahap pemimpin dan anggota tim berupaya untuk menyesuaikan tujuan individu dengan tujuan bersama. Setiap anggota tim berupaya untuk mengenal tugas masing-masing dan bagaiman kaitannya dengan pekerjaan dan tugas anggota lain. Setiap fungsi dan tufgas seorang anggota adalah bagian tak terpisahkan dari fungsi dan tugas anggota lain. Denagn demikian, secara alamiah terbentuklah keterikatan dan persatuan antara anggota tim kerja.
Kedua, tahap perselisihan. Pada tahap ini akan terjadi situasi yang sangat krusial dari suatu pengembangan tim. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perbedaan budaya, prilaku, ambiguitas terhadap peran, komunikasi yang buruk, kurang terampil, pengambilan keputusan yang tidak efektif dan tidak dipahami, kepemimpinan yang buruk, dan penghargaan dan imbalan yang kurang. Pada kondisi ini, peran pemimpin untuk mengelola dan menyelesaikan konflik harus baik, dan anggota kelompok harus memiliki kesadaran dan komitmen untuk menyelesaiakna konflik agar tujuan tim yang lebih besar dapat diwujudkan. Setiap anggota perlu menyesuaikan diri dengan norma yang akan dikembangkan oleh tim, dan setiap anggota bersedia membatasi kemerdekaan individu demi kesuksesan tim kerja.
Ketiga, tahap penetapan nilai. Pada tahap ini perenungan kembali terhadap impian tim perlu dilakukan oleh setiap anggota kelompok kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan refleksi bersama atas visi, misi, dan tujuan bersama dalam organisasi. Setiap pendapat, usulan, pertanyaan, dan kritikan harus disampaikan secara jujur dan terbuka kemudian dibahas untuk mendapatkan solusi dan komitmen bersama.
Keempat, tahap kinerja. Pada tahap ini komponen penting adalah komitmen bersama, saling percaya, dan saling menghormati. Komponen-komponen ini enjadi ruh bagi tim untuk melaksanakan tugas dalam kinerja tim. Pada tahap ini semua anggota tim akan melihat bahwa mereka ada di jalur yang benar untuk mewujudkan impian terbesar, semangat tolong menolong di antara anggota merupakan unsur penting dalam menghasilkan sinergitas kinerja tim.[8]
Kerjasama tim atau teamwork didefinisikan oleh Scarnati (2001) sebagai proses yang memungkinkan orang biasa untuk mencapai hasil yang luar biasa. Sedangkan Harris dan Harris (1996) menjelaskan bahwa tim memiliki tujuan bersama atau tujuan dimana anggota tim dapat mengembangkan keefektifan dan hubungan timbal balik untuk mencapai tujuan tim (dalam Tarricone dan Luca, 2002).
Widiastuti (2011) mengungkapkan beberapa ciri tim yang efektif yaitu sebagai berikut:
1.    Tujuan yang sama: Tim yang efektif memiliki tujuan dan semua anggota tim tahu benar tujuan yang hendak dicapai organisasi.
2.    Antusiasme yang tinggi: Antusiasme tinggi bisa dibangkitkan jika kondisi kerja juga menyenangkan. Anggota tim tidak merasa takut menyatakan pendapat, mereka juga diberi kesempatan untuk menunjukkan keahlian mereka dengan menjadi diri sendiri, sehingga kontribusi yang mereka berikan juga bisa optimal.
3.    Peran dan tanggung jawab yang jelas: Setiap anggota tim harus mempunyai peran dan tanggung jawab masing-masing yang jelas. Tujuannya adalah agar mereka tahu kontribusi apa yang bisa mereka berikan untuk menunjang tercapainya tujuan bersama yang telah ditentukan sebelumnya.
4.    Komunikasi yang efektif: Dalam proses meraih tujuan, harus ada komunikasi yang efektif antar-anggota tim.
5.    Resolusi Konflik: Peace is not the absence of conflict, but the presence of justice. Ini merupakan pendapat Martin Luther King. Rasanya hal ini berlaku pula pada pencapaian sebuah tujuan. Dalam mencapai tujuan mungkin saja ada konflik yang harus dihadapi. Jika terjadi konflik, jangan didiamkan ataupun dihindari tapi perlu segera dikendalikan.
Hersey dan Blancd, menyatakan pada dasarnya, di dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat dua unsur utama, yaitu unsur pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Dari dua unsur tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
High Supportive and Low directive Behavior SUPPORTING
High Supportive and High directive Behavior
COACHING
Low Supportive and Low directive Behavior DELEGATING
Low Supportive and High directive Behavior
 DIRECTING
HIGH





LOW                                                                                                        HIGH[9]
                                                                
6.    Shared power: Tiap anggota tim perlu diberikan kesempatan untuk menjadi ”pemimpin”, menunjukkan ”kekuasaannya” di bidang yang menjadi keahlian dan tanggung jawab mereka masing-masing. Sehingga mereka merasa ikut bertanggung jawab untuk kesuksesan tercapainya tujuan bersama.
Keahlian: Tim yang terdiri dari anggota-anggota dengan berbagai keahlian yang saling menunjang akan lebih mudah bekerja sama mencapai tujuan. Berbagai keahlian yang berbeda tersebut dapat saling menunjang sehingga pekerjaan menjadi lebih mudah dan lebih cepat diselesaikan. Anggota tim dengan keahlian yang berbeda juga bisa saling memperluas perspektif and memperkaya keahlian masing-masing apresiasi. Tiap anggota yang telah berhasil melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik, atau telah memberikan kontribusi positif bagi keuntungan tim, pantas mendapat apresiasi.[10]
E.       Manajemen Konflik
Secara definisi konflik memiliki pengertian yang berbeda-beda, demikian juga para ahli dalam memberikan definisi manajemen konflik tidak ada yang sama, kerana sudut pandang mereka yang berbeda. Kata konflik berasal dari kata Confligere, Conflictum yang berarti saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi, dan interaksi-interaksi yang antagonis.[11]
Manajemen konflik sedikitnya memiliki tiga tahapan sebagai berikut: 1) Perencanaan analisis konflik. Tahap ini merupakan tahap identifikasi terhadap konflik yang terjadi, untuk menetukan sumber penyebab dan pihak-pihak yang terlibat. 2) Penilaian konflik, tahap ini dilakukan untuk mengetahui kondisi konflik dan pemecahannya. 3) Pemecahan konflik, tahap ini merupakan tindakan untuk memecahkan konflik, termasuk memberi stimulus jika masih dalam tahap tersembunyi dan perlu dibuka.
Seorang pemimpin dapat menjadi pihak utama dalam konflik-konflik yang terjadi di sekolah, yakni melibatkan diri secara aktif dalam situasi konflik yang berkembang. Pada kasus apapun seorang pemimpin harus menjadi seorang partisipan yang terampil dalam dinamika konflik. Meskipun konflik sudah meruncing dan mengganggu pembelajaran, serta membahayakan pencapaikan tujuan pendidikan, kepala sekolah tetap harus mengatasinya. Untuk dapat mengatasi konflik perlu memahami sebab dan sumbernya.
Thomas, (1989) mengembangkan lima kecenderungan proses alamiah dalam menyelesaikan konflik, yaitu penghindaran diri kompotisi, penyesuaian diri, kompromi, dan kolaborasi. Kecerendungan ini disusun berdasarkan derajat kemampuan untuk memuaskan kepentingan orang lain dan kepentingan diri sendiri. Kecenderungan tersebut bukan satu-satunya pendekatan atau cara untuk menyelesaikan dan mengelola konflik. Adapun lima kecerendungan penyelesaian konflik secara alamiah yang diungkapkan Thomas yaitu sebagai
1.    Jika kegigihan dan kerjasama pihak rendah, maka mereka akan berusaha menghindarkan diri, sehingga konflik tidak tampak.
2.    Jika pihak terkait sangat gigih dan sulit untuk bekerjasama, maka akan terjadi kompotisi untuk menang, dan pihak yang lebih kuat akan menang serta memaksakan kehendaknya kepada yang lebih lemah.
3.    Jika dorongan untuk kerja sama diantara pihak terkait sangat baik, maka kegigihannya rendah, maka akan terjadi penyesuaian diri, dan mementingkan terjaganya hubungan, sedangkan prinsip di kesampingkan.
4.    Jika kegigihan dan kemauan kerja sama antar pihak terkait sama-sama sedang, maka akan terjadi kompromi.
5.    Jika kegigihan dan kemauan kerja sama antar pihak terkait sama-sama tinggi, maka akan terjadi koraborasi untuk mencari pemecahan masalah yang efektif.
Kepala sekolah harus memahami kecerendungan-kecerendungan proses alamiah delam penyelesaian konflik diatas. Berdasarkan kecerendungan proses alamiah dalam menyelesaikan konflik yang dikemukakan Thomas, dapat di identivikasikan pendekatan penyelesaian konflik sebagai berikut:
a.       Mempersatukan (integrating), merupakan salah satu penyelesaian konflik melalui tukar menukar informasi dan ada keinginan mengamati perbedaan serta mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
b.      Membantu (obliging), menetapkan nilai yang tinggi untuk orang lain, sementara dirinya sendiri dinilai rendah.
c.       Mendominasi (dominating), pendekatan ini menekankan pada diri sendiri dan meremehkan kepentingan orang lain, sehingga kewajiban bisa di kalahkan oleh keinginan pribadi.
d.      Menghindar (avoiding), pendekatan ini tidak menempatkan nilai pada diri sendiri atau orang lain, tetapi berusaha menghindar dari persoalan.
e.       Mengadakan kompromi (kompromising), pendekatan ini memiliki keseimbangan yang s edang dalam memperhatikan diri sendiri dan orang lain, sebagai jalan tengah.
Sehubungan dengan pendekatan manajemen konflik di atas, sedikitnya terdapat 4 strategi  untuk menyelesaikan konflik yang efektif di sekolah, yaitu menggunakan konfrontasi, menggunakan gaya tertentu, memperbaiki praktik organisasi, serta mengadakan perubahan peran dan struktur organisasi.
Terdapat dua hal penting yang perlu diperhatikan kepala sekolah salam menerapkan manajemen konflik di sekolah. (1) jika kepala sekolah yakin bahwa konflik yang terjadi belum mencapai titik kritis, maka sebaiknya dilakukan pencegahan untuk menghindari dampak negatif. (2) jika kepala sekolah belum yankin dengan konflik yang terjadi, dan memerlukan pengalaman untuk memastikannya, maka sebaiknya berkonsultasi dengan ahli.
Dalam kondisi konflik yang sudah benar-benar meluas, penyelesaian masalah dilakuakan dengan negoisasi melalui tatap muka dengan pihak yang bertentangan. Agar negoisasi berhasil sesuai dengan yang diharapkan, diperlukan adanya pihak perunding yang mampu menjembantani pihak yang sedang menghadapi konflik. Negoisasi merupakan cara menetapkan keputusan yang bisa diterima oleh semua pihak dengan berbagai konsekuensinya dimasa depan, yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
· Melibatkan orang, baik sebagai individu, perwakilan organisasi maupun perhusahaan.
· Mengandung konflik yang terjadi sejak awal sampai ada kesepakatan untuk melakukan negosiasi.
· Menggunakan pertemuan tatap muka melalui bahasa lisan, gerak tubuh, dan ekspresi wajah.
Pengendalian konflik di sekolah yang paling baik adalah memahami penyebabnya dan berusaha menghilangkannya. Misalnya, memindahkan tenaga kependidikan non guru untuk penyegaran, dan mengatasi kejenuhan dalam melakukan pekerjaannya. Disamping itu, dapat juga dilakukan dengan menciptakan lingkungan kerja baru yang kondusif, aman, nyaman, dan menyenangkan.[12]




























BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
·      Kepemimpinan adalah termahan dari kata “leadership” yang berasal dari kata “leader”. Pemimpin (leader) adalah orang yang memimpin, sedangkan pimpinan merupakan jabatannya. Secara etimologi kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin” yang artinya bimbing atau tuntun. Kata kepemimpinan memiliki arti yang sangat luas sekali, sehingga para peneliti biasanya mendefinisikannya sesuai dengan perspektif individual dan dari aspek fenomena yang paling menarik perhatian mereka.
·      Versi Yukl tersebut mempunyai 14 kategori perilaku dari jangka menengah yang disebut praktik-praktik manajerial dan sejumlah komponen perilaku spesifik yang lebih besar, Adapun kategori dari praktik-praktik kepemimpinan menurut Yukl sebagai berikut Merencanakan dan mengorganisasi, Pemecahan masalah, Menjelaskan peran dan sasaran, Memberi informasi, Memantau, Memotivasi dan memberi inspirasi, Berkonsultasi, Mendelegasikan, Memberi dukungan, Mengembangkan dan membimbing, Mengelola konflik dan membangun tim, Membangun jaringan kerja, Pengakuan dan  Memberi imbalan.
·      Manajemen = Manajemen membangun dan mengembangkan struktur organisasi, Merujuk pada alur kepengikutan, Manajemen Mengerjakan sesuatu yang benar, Bersifat mengedepankan pemeliharaan dan pengendalian, Berfokus  beranjak dengan “di sini dan sekarang” dari pencapaian tujuan, Manajer memelihara level rendah keterlibatan emosional, Manajer mendesain dan membawa rencana, mendorong tindakan, dan bekerja efektif dengan orang, Manajemen mengembangkan pikiran dari organisasi sedangkan Leadership = Pemimpin mengembangkan kultur organisasi, Merujuk pada alur penemuan, Leadership mengerjakan sesuat dengan benar, Bersifat mengembangkan dan menginspirasi kepercayaan, berfokus pada upaya mengkreasitentang masa depan yang diinginkan, Pemimpin mempunyai empati terhadap orang lain dan memberi perhatian pada setiap peristiwa dan makna tindakan, Pemimpin memantapkan misi dan membangkitkan rasa untuk mencapai arah tertentu, Sedangkan kepemimpinan belajar dari organisasi.
·      Kerjasama Tim dalam Organisasi
Pengembangan tim kerja menurut Belbin :
1.       tahap pembentukan
2.      tahap perselisihan
3.      tahap penetapan nilai
4.      tahap kinerja.
·      Dalam kondisi konflik yang sudah benar-benar meluas, penyelesaian masalah dilakuakan dengan negoisasi melalui tatap muka dengan pihak yang bertentangan. Agar negoisasi berhasil sesuai dengan yang diharapkan, diperlukan adanya pihak perunding yang mampu menjembantani pihak yang sedang menghadapi konflik.




























Daftar Pustaka

Usmani, Husaini. 2009. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan Edisi 3. Jakarta: Bumi Aksara

Mulyasa. 2011. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara

Wahyudi. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar (Learning Organization). Alfabeta, Vc

Kempa, Rudolf. 2015. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Machali, Imam. 2016. The Handbook of Education Management Teori dan Praktek Pengelolaan Sekolah/Madrasah di Indonesia. Jakarta:  Prenadamedia Group.




[1] Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelola pendidikan, (Yogyakarta:Pustaka Education 2010), Hlml.81          
[2] Imam Machali, The Handbook of Education Management Teori dan Praktek Pengelolaan Sekolah/Madrasah di Indonesia, (Jakarta:  Prenadamedia Group, 2016), Hlm.83
[3] Husaini Usmani, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan Edisi 3, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm.
[4]Imam Machali, The Handbook of Education Management Teori dan Praktek Pengelolaan Sekolah/Madrasah di Indonesia, (Jakarta:  Prenadamedia Group, 2016), hlm 96-98
[5] Gari Yukl, Kepemimpinan dalam organisasi, (Jakarta:Indeks 2005), Hlm.7                                      
[6] Sudarwan Danim. 2009. Manajemen dan kepemimpinan Transformasional. Jakarta:Rineka Cipta
[7] Yaslis Ilyas (2003:1)
[8] Hastuti dan Wijayanti, Kinerja Manajerial: Hasil Kerjasama Tim dan Perbaikan Berkesinambungan. Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis 2009, Vol. 9, No. 1. Hal: 10-18.
[9] Gambar 1. Gaya Kepemimpinan Sumber: Hersey dan Blanchard (dalam Elizabeth dan Aulia, 2010)
[10] A Elizabeth dan G. M Aulia, Gaya Kepemimpinan Dalam Organisasi, (Jakarta: Universitas Indonesia 2010).
[11] Rudolf Kempa, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), hlm.44

[12] Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm.266-273



Author: Siti Hainiyah
Editor: Diemas