Senin, 30 April 2018

MAKALAH "DEMOKRASI INDONESIA"


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejak lengsernya orde Baru pada tahun 1998, Demokrasi menjadi kosa kata umum bagi siapa saja yang hendak menyatakan pendapat. Dari kalangan cendekiawan hingga pedagang asongan menggunakan demikrasi dengan tujuan masing – masing. Berbeda dengan masa lalu, demokrasi kini telah menjadi milik semua orang dengan pemahaman yang berbeda. Seperti hal nya agama, demokrasi banyak di gunakan dan di ungkap kan dalam perbincangan sehari – hari, tetapi banyak juga salah di pahami, padahal prinsip – prinsip agama dapatbertemu dengan nilai demokrasi.
Agama yang seharusnya menyebar kasih sayang dan keadilan bagi manusia tanpa pandang buluy telah di sa;ah artikan oleh sebagian kelompokdengan sikap dan tindakan anarkis dan sikap merasa pandangan dan perilaku beragamanya paling benar dan paling sempurna. Jika agama memiliki kecenderungan untuk di manipulasi dan di pahami oleh sebagian orang dan kelompook beragama, demikian pula terjadi pada demokrasi ia masih banyak di salah pahami oleh sebagian masyarakat indonesia. Absennya pendidikan demokrasi di masa lalu menjadi salah satu penyebab fenomena keawaman demokrasi ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian demokrasi ?
2.      Bagaimana sejarah Demokrasi di Indonesia?
3.      Bagaimana Demokrasi dalam ajaran pancasila?
4.      Bagaimana Demokrasi Indonesia dalam menjaga persatuan?

BAB I
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa yunani “demos” yang berarti rakyat, dan “ kratos/kratein “ yang berarti kekuasaan. Sehingga konsep dasar demokrasi adalah “ Rakyat Berkuasa”. Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil – wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemerintahan bebas. Menurut Abraham Lincoln demokrasi adalah goverment of the people, by the people, for the people, yakni suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.[1]
Sedangkan pengertian demokrasi menurut beberapa para ahli ialah
1.      Joseph A. Schmeter
Demokrasi merupakan suatu perencanaan instituonal untuk mencapai keputusan politik dimana individu – individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
2.      Sidney Hook
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan – keputusan pemerintah yang penting yang secara langsung atau tidak langsung di dasarkan pada kesepakatan mayoritas yang di berikan secara bebas dari rakyat.
3.      Philippe C, Schmitter dan Terry Lyn Karl
Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan dimana pemerintahan di mintai tanggung jawab atas tindakan – tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung oleh kompetisi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang telah di pilih.
4.      Henry B. Mayo
Demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum di tentukan atas dasar mayoritas oleh wakil – wakil yang di awasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan – pemilihan berkala yang di dasarkan pada prinsip kesasmaan politik dan di selenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.[2]
                      Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik. Dengan kata lain, sebagai pemerintahan di tangan rakyat mengandung penegertian tiga hal ; pemerintahan dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat, dan pemerintahan untuk rakyat.
          Pertama, pemerintahan dari rakyat (goverment of the people ) mengandung pengertian bahwa suatu pemerintahan yang sah adalah suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan mayoritas rakyat melalui mekanisme demokrasi, pemilihan umum. Pengakuan dan dukungan rakyat bagi suatu pemerintrahan sangatlah penting, karena dengan legitimasi politik tersebut pemerintah dapat menjalankan roda birokrasi dean progam – progamnya sebagai dari wujud amanat yang di berikan rakyat kepadanya.
          Kedua, Pemerintahan oleh rakyat (goverment for the people) memiliki pengertian bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, bukan atas dorongan pribadi elit negara atau elit birokrasi. Unsur kedua ini juga mengandung pengertian bahwa   dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintah berada dalam pengawasan rakyat. Pengawasan dapat di lakukan langsung oleh rakyat maupun tidak langsung melalui para wakilnya di parlemen.
          Ketiga, pemerintahan untuk rakyat (goverment for the people) mangandung pengartian bahwa kekuasaan yang di berikan oleh rakyat kepada pemerintah harus di jalankan untuk kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat umum harus di jadikan landasan utama kebijakan sebuah pemerintah yang demokratis.[3]
          Dalam perspektif teoritis, demokrasi sering di pahami sebagai mayoritarianisme, yaitu kekuasaan oleh mayoritas rakyat lewat wakil – wakilnya yang di pilih melalui proses pemilihan demokratis.[4]

       B.     Sejarah Demokrasi di Indonesia
           Sejarah demokrasi di indonesia dapat di bagi menjadi empat periode, yaitu; periode 1945-                1959, periode 1959-1965, periode 1965-1998, periode 1998- sekarang.
1.      Periode 1945 – 1959
            Pada masa ini demokrasi di kenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan di proklamirkan. Namun demikan, model demokrasi ini di anggap kurang cocok untuk indonesia. Lemahnya budaya demokrasi untuk mempraktikkan budaya demokrasi model barat ini telah memberi peluang sangat besar kepada partai – partai politik untuk mendominasi kehidupan sosial politik.
            Ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai dengan sistrem demokrasi parlementer ini akhirnya melahirkan fragmentasi politik berdasarkan afiliasi kesukuan dan agama. Akibatnya pemerintahan yang berbasis pada koalisi politik pada masa ini jarang dapat bertahan lama. Koalisi yang di bangun sangat mudah pecah. Hal ini mengakibatkan destabiliasi politik nasional bahkan mengancam integrasi nasional yang sedang di bangun. Persaingan tidak sehat antara faksi – faksi politik dan pemberontakan daerah terhadap pemerintahan pusat telah mengancam berjalannya demokrasi.
            Faktor – faktor disintregatif di atas, di tambah dengan kegagalan partai – partai dalam majlis konstituante untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk undang – undang dasar baru, mendorong presiden soekarno untuk mengeluarkan dekrit presiden pada tanggal 5 juli 1959, yang mkenegaskan berlakunya kembali undang – undang dasar 1945. Dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir,digantikan oleh demokrasi terpimpin yang memposisikan presiden soekarno menjadi pusat kekuasaan negara.
2.      Periode 1959-1965
Periode ini di kenal dengan sebutan demokrasi terpimpin. Ciri – ciri demokrasi ini ialah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis dan peranan tentara (ABRI) dalam panggung politik nasional. Hal ini di sebabkan oleh lahirnya dekrit presiden 5 juli 1959 sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Sekalipun UUD 45 memberi peluang seorang presiden untuk memimpin pemerintahan selama 5 tahun, tetapi ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Artinya ketetapan ini telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945.
Kepemimpinan tanpa batas ini terbukti melahirkan tindakan dan kebijakan yang menyimpang dari ketentuan – ketentuan Undang – Undang Dasar negara. Misalnya pada tahun 1960 presiden Soekarno membebaskan dewan perwakilan rakyat hasil pemilihan umum, padahal dalam penjelasan Undang – Undang Dasar 1945 secara eksplisit di tentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian. Dengan ungkapan lain, sejak di berlakukan dekrit presiden telah terjadi penyimpangan konstitusi oleh presiden.
3.      Periode 1966-1998
Periode ini merupakan masa pemerintahan presiden Soehartodengan orde baru nya. Sejarah nama Orde Baru merupakan kritik dari terhadap periode sebelumnya yaitu Orde Lama. Orde baru, sebagaimana di nyatakan oleh pendukungnya, adalah upaya untuk meluruskan kembali terhadap penyelewengan terhadap Undang – Undang dasar 1945 yang terjadi dalam masa demokrasi terpimpin. Beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya, seperti ketetapan MPRS No. III/1963 yang menetapkan masa jabatan presiden seumur hidup untuk Ir. Soekarno telah di hapuskan dan di gantikan dengan pembatasan jabatan presiden lima tahun dan dapat dipilih kem,bali melalui proses pemilu. Demokrasi pancasila secara garis besar menawarkan tiga komponen demokrasi. Pertama, demokrasi dalam bidang politik pada hakikatnya adalah menegakkan kembali azas – azas negara hukum dan kepastian hukum. Kedua, demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara. Ketiga,  demokrasi dalam bidang hukum hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas dan tidak memihak. Hal –hal yang sangat di sayangkan dalam masa demokrasi ini yaitu alih – alih pelaksanakan ajaran pancasila secara murni dan konsekwen, demokrasi pancasila yang di kampanyekan oleh orde baru sebatas retorika politik. Dalam praktik kenegaraan dan pemerintahan, penguasa orde baru bertindak jauh dari prinsip – prinsip demokrasi. Seperti yang di katakan oleh M. Rusli Karim, ketidak demokratisan orde baru di tandai dengan; Dominannya peranan militer (ABRI), 2. Birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, 3. Pengebirian peran dan fungsi partai politik, 4. Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik, 5. Politik masa mengambang, 6. Monolitisasi ideologi negara. [5]
4.      Periode 1998- sekarang
Periode ini lebih populer di sebut dengan periode paska orde baru, pada periode ini erat hubungannya dengan gerakan reformasi yang menuntut pelaksanakan demokrasi dan HAM secara konsekwen. Tuntutan ini berakhir waktu lengsernya presiden Soeharto dari tampuk kekuasan pada tahun 1998, setelah lebih dari 30 tahun berkuasa dengan Demokrasi pancasila nya. Pada masa ini, peran partai politik kembali menonjol sehingga demokrasi dapat berkembang. Pelaksanaan demokrasi setelah pemilu banyak kebijakan yang tidak mendasarkan pada kepentingan rakyat, melainkan lebih kearah pembagian kekuasaan antara presiden dan partai politik dalam DPR. Dengan kata lain, model demokrasi era Reformasi dewasa ini kurang mendasarkan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.[6]

             C.  Ajaran Demokrasi berdasarkan Pancasila
            Telah di ketahui bahwa pancasila merupakan ideologi dan pandangan yang harus di realisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Khususnya dalam kehidupan bernegara, segala bentuk penyelenggaraan negara harus sesuai dengan nilai –nilai pancasila sebagaimana nilai- nilai yang telah di kembangkan terlebih dahulu. Demokrasi dengan dasar pancasila berarti jiwa dan roh dari proses demokrasi itu selalu tercemin nilai – nilai pancasila. Perilaku politik warga negara yang telah mempunyai hak – hak politik haruis dapat mencerminkan pancasila. Pancasila dalam hal ini di jadikan sebagai kontrol pada saat berkomunikasi, bermusyawarah, dan pengambilan keputusan dalam partai poilitik.
            Demokrasi dalam ajaran pancasila di samakan dengan kerakyatan, yang tercantum pada sila ke empat yang berbunyi; “kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Dalam pancasila rumusannya merupakan satu kesatuan yang saling mengualifikasi, tiap sila mengandung keempat sila lainnya, sehingga sila keempat pancasila di kualifikasi oleh empat sila ainnya. Dengan demikian demokrasi pancasila dapat di rumuskan secra lengkap sebagai berikut; Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berketuhanan yang Maha Esa berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, dan Berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.    
            Demokrasi pancasila dalam perilaku politik harus menunjukkan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa, menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan ( tanggang rasa, tepa selira, dan cita kasih) mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa ( mengutamakan kepentingan umum, rela berkorban dan cinta tanah air ), mengutamakan pengambilan keputusan dengan musyawarah / mufakat (berbicara penuh hikmah dan kebijaksanaan dan pertimbangan rasional) dan mewujudkan keadilan dalam kehidupan (layanan harus adil, prima, hukuman harus di jatuhkan dengan rasa keadilan, mengambil sesuatu harus sesuai dengan hak nya, sikap tidak merugikan orang lain, masyarakat dan negara).
            Dalam konteks sistem demokrasi konstituonal menurut UUD1945, nilai – nilai fundamental yang secara ideal menjadi panutan demokrasi pancasila adalah sebagai berikut;
1.      Kesadaran mengisi kemerdekaan melalui belajar keras menjadi manusia berkualitas, siap bela negara dan siap berkorban.
2.      Kesadaran bahwa kemerdekaan adalah Rahmat Allah yang Maha kuasa, melalui selalu bersyukur kepada Allah.
3.      Kepekaan atas kewajiban pemerintah dengan sikap kritis, adptif terhadap kebijakan publik.
4.      Kemauan untuk selalu memperkuat keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
5.      Kemauan untuk bersama – sama membangun persatuan dan kesatuan bangsa.
6.      Kemauan untuk jiwa kemanusiaan dengan saling menghormati sesama.
7.      Kesadaran akan NKRI melalui perilaku tidak bersikap kesukuan, kedaerahan dan federalis.
8.      Kesadaran sistem kepresidensial dengan menghormati jabatan dan simbol kepresidenan.
9.      Kesadaran dan kemampuan melakukan pemilu yang luber.
10.  Kesadaran akan kesejajaran DPR dengan pemerintah dengan mewujudkan pemahamn saling kontrol.
11.  Kesadaran untuk mendukung otonomi daerah dengan berpartisipasi secara maksimal dalam pembangunan daerah.
12.  Kesadarn akan akuntabilitas publik keuangan dengan mewujudkan sikap kritis, dan adaptif.
13.  Kesadaran dan kemauan menjaga wilayah nagara (wawasan nusantara) dengan memelihara lingkungan dan mengelola kekayaan alam sesuai dengan perundang – undangan.
14.  Kepekaan terhadap kedudukan kehakiman yang merdeka dengan sikap kritis dan adaptif terhadap keputusan pengadilan.[7]
Nilai – Nilai Demokrasi
1.      Kebebasan Menyatakan Pendapat
Kebebasan menyatakan pendapat adalah sebuah bagi warga negara biasa yang wajib di jamin dalam Undang – Undang dalam sebuah sistem politik demokrasi. Kebebasan ini di perlukan karena kebutuhan untuk menyampaikan pendapat senantiasa muncul dari setiap warganegara dalam era pemerintah terbuka. Warga negara dalam menyampaikan pendapat kepada pejabat, lurahcamat, bupati, anggota DPR/  DPRD atau bahkan presiden, baik melalui pembicaraan langsung, lewat surat, lewat media masa,atau melalui wakil – wakil nya di DPRD.
2.      Kebebasan Berkelompok
Kebutuhan dalam berkelompok pada saat era modern seperti ini semakin tumbuhnya. Persoalan – persoalan yang muncul di masyarakat yang sedemikian kompleks seringkali memerlukan organisasi untuk menemukan jalan keluar. Demokrasi menjamin kebebasan warga negara untuk berkelompok, termasuk membentuk partai baru ataupun mendukung partai apapun. Tidak ada lagi keharusan mengikuti ajakan dan intimidasi pemerintah. Demokrasi memberi alternatif yang lebih banyak dan lebih sehat bagi warga negara.
3.      Kebebasan berpartisipasi
4.      Kesetaraan Antar warga
5.      Rasa Percaya
6.      Kerjasama
Kerja sama untuk mengatasi persoalan yang muncul dalam masyarakat. Kerja sama yang di maksud disini ialah kerja sama dalam hal kebajikan.[8]
Unsur – Unsur penegak Demokrasi
1.      Negara Hukum (rechtsstaat atau the rule of law)
            Negara hukum memiliki pengertian bvahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta penjaminan hak asasi manusia. Secara garis besar negara hukum adalah sebuah negara dengan gabungan kedua konsep Rechtsstaat dan the rule of law.
Kopnsep Rechtsstaat memiliki ciri – ciri sebagai berikut;
a)      Adanya perlindungan terhadap HAM.
b)      Adanya pemisah dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan HAM.
c)      Pemerintahan berdasarkan peraturan.
d)     Adanya peradilan administrasi.
                         Sedangkan konsep the rule of law memiliki ciri – ciri sebagai berikut;
a)  Supremasi aturan – aturan hukum.
b) Kesamaan kedudukan di depan hukum.
c) Jaminan perlindungan HAM.
Dengan demikian konsep negara hukum sebagai gabungan dari 2 konsep di atas, di cirikan sebagai berikut;
a)   Adanya jaminan perlindungan terhadap HAM
b)  Adanya supremasihukum dalam penyelenggaraan pemerintahan.
c)   Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara.
d)       Adanya lembaga peradialn yang bebas dan mandiri.
2.      Masyarakat Madani
Masyarakat madani di cirikan dengan masyarakat terbuka, yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan negara, yang kritis dan berpartisipasi aktif serta egaliter. Masyarakat madani merupakan elemen yang sangat signifikan dalam membangun demokrasi, sebab salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses – proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan.masyarakat madani mensyaratkan adanya civic engagement, yaitu keterlibatan warga negara dalam asosiasi – asosiasi sosial.  civic engagement ini memungkinkan sikap terbuka , percaya, dan toleran antar suku dengan yang lain yang sangat pentiing bagi politik demokrasi.
3.      Infrastruktur Politik
Sebagai salah satu unsur yang menegakkan demokrasi, maka partai politik memiliki beberapa fungsi;
a)   Sebagai sarana komunikasi politik.
b)  Sebagai sarana sosialisasi politik.
c)   Sebagai sarana rekrutmen kader dan anggota politik.
d)       Sebagai saran pengatur konflik.
         Keempat fungsi parta politik tersebut merupakan pengejawentahan dari nilai – nilai demokrasi yaitu adanya partisipasi kontrol rakyat melalui partai politik terhadap kehidupan kenegaraan dan pemerintahan serta adanya pelatihan penyelesaian konflik secara damai. 
Aspek – Aspek Demokrasi Pancasila
1.      Aspek Meterial
Demokrasi pancasila harus di jiwai dan di intregasikan oleh sila- sila lainnya. Karena itulah, pengertian demokrasi pancasila tidak hanya merupakan demokrasi merupakan demokrasi politik tetapi jiuga demokrasi ekonomi dan sosial.
2.      Aspek formal
Mempersoal kan aspek dan cara rakyat menunjuk wakil – wakilnya dalam badan – badan perwakilan rakyat dan pemerintahan dan bagaimana mengatur permusyawaratan wakil – wakil rakyat secara bebas, terbuka, dan jujur untuk mencapai kesepakatan bersama.
3.      Aspek Normatif
Mengungkan seperangkat norma atau kaidah yang membimbing dan kriteria untuk mencapai tujuan.
4.      Aspek Oktatif
Mengetengahkan tujuan dan keinginan yang hendak di capai.
5.      Aspek Organisasi
Mempersoalkan organisasi sebagai wadah pelaksanakan demokrasi pancasila dimana wadah tersebuit harus cocok dengan tujuan yang hendak di capai.
6.      Aspek Kejiwaan
Menjadi semangat para penyelenggara negara dan semangata para pemimpin pemerintah.[9]
      D.    Demokrasi Indonesia Menjaga Persatuan
                     Makna persatuan tidak luput dari ajaran silaturrahmi yaitu meningkatkan kesadaran bahwa sesungguhnya tak seorang pun manusia yang bisa eksis tanpa bantuan dari orang lain. Kesadaran seperti ini dalam pergaulan sosial menjadi penting sebagai pangkal tolak untuk bergulirnya budaya saling menolong, mengingatkan tentang kebenaran dan kesabaran. Budaya tersebut sebenarnya merupakan inti dari apa yang di sebut dengan demokrasi yang di dalamnya di perlukan sikap mental bahwa yang mengingatkan tidak  merasa lebih tinggi dari yang di ingatkan, demikian pula sebaliknya. Karena itu silaturrahmi yang di anjurkan dalam islam tidak sekedar berdiemensi pada individu berupa pembebasan kendala hubungan antar individu, melainkan lebih dari itu, yakni berupa pembebasan hubungan – hubungan sosial dan politik dari kendala – kendala yang ,menghambat mental dan moral seorang untuk berpartisipasi dalam kehidupan bersama. Proses jalinan silahturrahmi tidak di awali oleh pihak yang lemah melainkan oleh pihak yang kuat. Dimensi silaturrahmi seperti ini adalah yang paling memungkinkan untuk memaknai tuntutan pergaulan nasional dalam rangka terus memelihara persatuan dan kesatuan bangsa negara.[10]
Matriks Indikator Demokrasi
Variabel
Dimensi
Indikator
Hak Asasi manusia
Penghargaan terhadap hak hak individu
Ø  Adanyapersamaan  setiap hak antar setiap warga untuk mendapatkan pendidikan.
Ø  Adanya pengakuan dan penghormatan terhadap identitas seseorang.
Ø  Adanya pengakuan dan penghormatan Terhadap harkat martabat seseorang tanpa membedakan kelas, ras dan agama.
Hak – hak sipil dan politik
Ø  Jaminan atas bebas berekspresi.
Ø  Jaminan atas bebas Berserikat dan berkelompok.
Ø  Jaminan atas bebas Di pilih dan memilih.
Ø  Terbentuknya kantor publik pembela HAM
Ø  Terbentuknya komisi HAM interpenden.
Ø  Jumlah dan lingkup pembunuhan politik.
Berpartisipasi Publik
Ø  Perlindungan dari kekerasan politik.
Ø  Jaminan atas eksistensi masyarakat sipil.
Ø  Jaminan atas partisipasi masyarakat sipil dalam proses pembuatan kebijakan.
Ø  Eksisnya bagi warga untuk mengutarakan pendapat, keberatan atau persetujuan terhadap kebijakan yang sedang akan di terapkan.
Ø  Setiap warga mendapatkan informasi yang memadai mengenai kebijakan publik yang sedang atau akan di terapkan.
Ø  Sejauh mana terdapat partisipasi dari elemen – elemen masyarakat sipil yang berbeda.
Kewarganegaraan yang setara
Ø  Perlindungan dari kekerasan politik.
Ø  Jaminan atas masyarakat yang plural.
Ø  Pengakuan kelompok kelompok minoritas.
Ø  Terbentuknya mekanisme untuk menyelesaikan konflik yang komunal.
Ø  Sejauh mana deskriminasi terjadi atas keluarga dan minoritas.
Ø  Sejauh mana konflik konflik komunal kekerasan terjadi dan terselesaikan.[11]

            BAB III
PENUTUP
              A.    Kesimpulan
1.      Demokrasi yaitu pemerintahan oleh rakyat, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil – wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemerintahan bebas.
2.      Sejarah demokrasi di indonesia dapat di bagi menjadi empat periode, yaitu; periode 1945- 1959, periode 1959-1965, periode 1965-1998, periode 1998- sekarang.
3.      Demokrasi dalam ajaran pancasila di samakan dengan kerakyatan, yang tercantum pada sila ke empat yang berbunyi; “kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi pancasila dalam perilaku politik harus menunjukkan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa, menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan, mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, mengutamakan pengambilan keputusan dengan musyawarah / mufakat,  dan mewujudkan keadilan dalam kehidupan (layanan harus adil, prima, hukuman harus di jatuhkan dengan rasa keadilan, mengambil sesuatu harus sesuai dengan hak nya, sikap tidak merugikan orang lain, masyarakat dan negara).
Nilai – Nilai Demokrasi antara lain;
a.       Kebebasan menyatakan pendapat
b.      Kebebasan berkelompok
c.       Kebebasan berpartisipasi
d.      Kesetaraan Antar warga
e.       Rasa Percaya
f.       Kerjasama

DAFTAR PUSTAKA
Syarbaini, Syahrial. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta; Ghalia Indonesia.
Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan.  2013. Pendidikan Kewarganegaraan Paradigma Terbaru untuk Mahasiswa. Bandung: Alfabeta.

Taniredja, Tukiran. 2015. Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta; Penerbit Ombak.
Hidayat, Komaruddin dan Azra,  Azyumardi. 2001.  Demokrasi HAM dan masyarakat madani.  Jakarta; ICCE.
Noor Ms, Bakry. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta; Pustaka Pelajar Offset.
Junaidi, Muhammad. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Fatwa, Am. 2001. Demokrasi Teistis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zuhro, ST. Dkk. 2009. Demokrasi Likal Perubahan dan Kesinambungan Nilai – Nilai Budaya Politik Lokal. Yogyakarta: Ombak.



[1] Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan,  Pendidikan Kewarganegaraan Paradigma Terbaru untuk Mahasiswa, Alfabeta,  Bandung: 2013. hal. 125

[2] Komaruddin hidayat dan Azyumardi Azra, Demokrasi HAM dan masyarakat madani, ICCE, Jakarta;2001, hal. 130.
[3] Komaruddin hidayat dan Azyumardi Azra, ibid,hal.131
[4] Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan, op cit, hal. 127
[5] Komaruddin hidayat dan Azyumardi Azra, op cit, hal. 132
[6] Muhammad Junaidi, pendidikan Kewarganegaraan, Graha Ilmu, Yogyakarta: 2013, hal. 61
[7] Syahrial syarbaini, Pendidikan Kewarganegaraan, Ghalia Indonesia, Jakarta: 2014, hal.81
[8] Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan, op cit hal 126
[9] Muhammad junaidi. Loc cit. Hal. 57
[10] AM Fatwa, Demokrasi Teistis, Pustaka Utama, Jakarta: 2001, hal.273,
[11] ST, Zuhro, Demokrasi Lokal dan Kesinambungan Nilai – Nilai Budaya Politik Lokal, Ombak, Yogyakarta: 2009, hal.25




Author: Diemas