BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak lengsernya orde
Baru pada tahun 1998, Demokrasi menjadi kosa kata umum bagi siapa saja yang
hendak menyatakan pendapat. Dari kalangan cendekiawan hingga pedagang asongan
menggunakan demikrasi dengan tujuan masing – masing. Berbeda dengan masa lalu,
demokrasi kini telah menjadi milik semua orang dengan pemahaman yang berbeda.
Seperti hal nya agama, demokrasi banyak di gunakan dan di ungkap kan dalam
perbincangan sehari – hari, tetapi banyak juga salah di pahami, padahal prinsip
– prinsip agama dapatbertemu dengan nilai demokrasi.
Agama yang seharusnya
menyebar kasih sayang dan keadilan bagi manusia tanpa pandang buluy telah di
sa;ah artikan oleh sebagian kelompokdengan sikap dan tindakan anarkis dan sikap
merasa pandangan dan perilaku beragamanya paling benar dan paling sempurna.
Jika agama memiliki kecenderungan untuk di manipulasi dan di pahami oleh
sebagian orang dan kelompook beragama, demikian pula terjadi pada demokrasi ia
masih banyak di salah pahami oleh sebagian masyarakat indonesia. Absennya
pendidikan demokrasi di masa lalu menjadi salah satu penyebab fenomena keawaman
demokrasi ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian demokrasi ?
2. Bagaimana sejarah Demokrasi di Indonesia?
3. Bagaimana Demokrasi dalam ajaran
pancasila?
4. Bagaimana Demokrasi Indonesia dalam
menjaga persatuan?
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Demokrasi
Demokrasi
berasal dari bahasa yunani “demos” yang berarti rakyat, dan “ kratos/kratein
“ yang berarti kekuasaan. Sehingga konsep dasar demokrasi adalah “ Rakyat
Berkuasa”. Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat, kekuasaan tertinggi
berada di tangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil –
wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemerintahan bebas. Menurut Abraham
Lincoln demokrasi adalah goverment of the people, by the people, for the
people, yakni suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.[1]
Sedangkan pengertian demokrasi
menurut beberapa para ahli ialah
1.
Joseph A. Schmeter
Demokrasi merupakan suatu
perencanaan instituonal untuk mencapai keputusan politik dimana individu –
individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas
suara rakyat.
2.
Sidney Hook
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan
dimana keputusan – keputusan pemerintah yang penting yang secara langsung atau
tidak langsung di dasarkan pada kesepakatan mayoritas yang di berikan secara
bebas dari rakyat.
3.
Philippe C, Schmitter dan Terry Lyn Karl
Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan
dimana pemerintahan di mintai tanggung jawab atas tindakan – tindakan mereka di
wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung oleh
kompetisi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang telah di pilih.
4.
Henry B. Mayo
Demokrasi sebagai sistem politik
merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum di tentukan atas
dasar mayoritas oleh wakil – wakil yang di awasi secara efektif oleh rakyat
dalam pemilihan – pemilihan berkala yang di dasarkan pada prinsip kesasmaan
politik dan di selenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.[2]
Dari beberapa pendapat di atas dapat
di simpulkan bahwa sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara hakikat
demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan politik. Dengan
kata lain, sebagai pemerintahan di tangan rakyat mengandung penegertian tiga
hal ; pemerintahan dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat, dan pemerintahan
untuk rakyat.
Pertama,
pemerintahan dari rakyat (goverment of the people ) mengandung
pengertian bahwa suatu pemerintahan yang sah adalah suatu pemerintahan yang
mendapat pengakuan dan dukungan mayoritas rakyat melalui mekanisme demokrasi,
pemilihan umum. Pengakuan dan dukungan rakyat bagi suatu pemerintrahan
sangatlah penting, karena dengan legitimasi politik tersebut pemerintah dapat
menjalankan roda birokrasi dean progam – progamnya sebagai dari wujud amanat
yang di berikan rakyat kepadanya.
Kedua,
Pemerintahan oleh rakyat (goverment for the people) memiliki pengertian
bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, bukan atas
dorongan pribadi elit negara atau elit birokrasi. Unsur kedua ini juga
mengandung pengertian bahwa dalam
menjalankan kekuasaannya, pemerintah berada dalam pengawasan rakyat. Pengawasan
dapat di lakukan langsung oleh rakyat maupun tidak langsung melalui para
wakilnya di parlemen.
Ketiga,
pemerintahan untuk rakyat (goverment for the people) mangandung
pengartian bahwa kekuasaan yang di berikan oleh rakyat kepada pemerintah harus
di jalankan untuk kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat umum harus di jadikan
landasan utama kebijakan sebuah pemerintah yang demokratis.[3]
Dalam perspektif
teoritis, demokrasi sering di pahami sebagai mayoritarianisme, yaitu kekuasaan
oleh mayoritas rakyat lewat wakil – wakilnya yang di pilih melalui proses
pemilihan demokratis.[4]
B.
Sejarah Demokrasi di Indonesia
Sejarah demokrasi di indonesia dapat di bagi menjadi empat periode,
yaitu; periode 1945- 1959, periode 1959-1965, periode 1965-1998, periode 1998- sekarang.
1.
Periode 1945 – 1959
Pada masa ini demokrasi di kenal
dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem ini mulai berlaku sebulan setelah
kemerdekaan di proklamirkan. Namun demikan, model demokrasi ini di anggap
kurang cocok untuk indonesia. Lemahnya budaya demokrasi untuk mempraktikkan
budaya demokrasi model barat ini telah memberi peluang sangat besar kepada
partai – partai politik untuk mendominasi kehidupan sosial politik.
Ketiadaan budaya demokrasi yang
sesuai dengan sistrem demokrasi parlementer ini akhirnya melahirkan fragmentasi
politik berdasarkan afiliasi kesukuan dan agama. Akibatnya pemerintahan yang
berbasis pada koalisi politik pada masa ini jarang dapat bertahan lama. Koalisi
yang di bangun sangat mudah pecah. Hal ini mengakibatkan destabiliasi politik
nasional bahkan mengancam integrasi nasional yang sedang di bangun. Persaingan
tidak sehat antara faksi – faksi politik dan pemberontakan daerah terhadap
pemerintahan pusat telah mengancam berjalannya demokrasi.
Faktor – faktor disintregatif di
atas, di tambah dengan kegagalan partai – partai dalam majlis konstituante
untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk mencapai konsensus
mengenai dasar negara untuk undang – undang dasar baru, mendorong presiden
soekarno untuk mengeluarkan dekrit presiden pada tanggal 5 juli 1959, yang
mkenegaskan berlakunya kembali undang – undang dasar 1945. Dengan demikian masa
demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir,digantikan oleh demokrasi
terpimpin yang memposisikan presiden soekarno menjadi pusat kekuasaan negara.
2.
Periode 1959-1965
Periode ini di
kenal dengan sebutan demokrasi terpimpin. Ciri – ciri demokrasi ini ialah
dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis dan peranan
tentara (ABRI) dalam panggung politik nasional. Hal ini di sebabkan oleh
lahirnya dekrit presiden 5 juli 1959 sebagai usaha untuk mencari jalan keluar
dari kebuntuan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Sekalipun
UUD 45 memberi peluang seorang presiden untuk memimpin pemerintahan selama 5 tahun,
tetapi ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai
presiden seumur hidup. Artinya ketetapan ini telah membatalkan pembatasan waktu
lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945.
Kepemimpinan
tanpa batas ini terbukti melahirkan tindakan dan kebijakan yang menyimpang dari
ketentuan – ketentuan Undang – Undang Dasar negara. Misalnya pada tahun 1960
presiden Soekarno membebaskan dewan perwakilan rakyat hasil pemilihan umum,
padahal dalam penjelasan Undang – Undang Dasar 1945 secara eksplisit di
tentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian. Dengan
ungkapan lain, sejak di berlakukan dekrit presiden telah terjadi penyimpangan
konstitusi oleh presiden.
3.
Periode 1966-1998
Periode ini
merupakan masa pemerintahan presiden Soehartodengan orde baru nya. Sejarah nama
Orde Baru merupakan kritik dari terhadap periode sebelumnya yaitu Orde Lama.
Orde baru, sebagaimana di nyatakan oleh pendukungnya, adalah upaya untuk
meluruskan kembali terhadap penyelewengan terhadap Undang – Undang dasar 1945
yang terjadi dalam masa demokrasi terpimpin. Beberapa kebijakan pemerintah
sebelumnya, seperti ketetapan MPRS No. III/1963 yang menetapkan masa jabatan
presiden seumur hidup untuk Ir. Soekarno telah di hapuskan dan di gantikan
dengan pembatasan jabatan presiden lima tahun dan dapat dipilih kem,bali
melalui proses pemilu. Demokrasi pancasila secara garis besar menawarkan tiga
komponen demokrasi. Pertama, demokrasi dalam bidang politik pada
hakikatnya adalah menegakkan kembali azas – azas negara hukum dan kepastian
hukum. Kedua, demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah
kehidupan yang layak bagi semua warga negara. Ketiga, demokrasi dalam bidang hukum hakikatnya bahwa
pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas dan tidak memihak. Hal
–hal yang sangat di sayangkan dalam masa demokrasi ini yaitu alih – alih
pelaksanakan ajaran pancasila secara murni dan konsekwen, demokrasi pancasila
yang di kampanyekan oleh orde baru sebatas retorika politik. Dalam praktik
kenegaraan dan pemerintahan, penguasa orde baru bertindak jauh dari prinsip –
prinsip demokrasi. Seperti yang di katakan oleh M. Rusli Karim, ketidak
demokratisan orde baru di tandai dengan; Dominannya peranan militer (ABRI), 2.
Birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, 3. Pengebirian
peran dan fungsi partai politik, 4. Campur tangan pemerintah dalam berbagai
urusan partai politik dan publik, 5. Politik masa mengambang, 6. Monolitisasi
ideologi negara. [5]
4.
Periode 1998- sekarang
Periode ini
lebih populer di sebut dengan periode paska orde baru, pada periode ini erat
hubungannya dengan gerakan reformasi yang menuntut pelaksanakan demokrasi dan
HAM secara konsekwen. Tuntutan ini berakhir waktu lengsernya presiden Soeharto
dari tampuk kekuasan pada tahun 1998, setelah lebih dari 30 tahun berkuasa
dengan Demokrasi pancasila nya. Pada masa ini, peran partai politik kembali
menonjol sehingga demokrasi dapat berkembang. Pelaksanaan demokrasi setelah
pemilu banyak kebijakan yang tidak mendasarkan pada kepentingan rakyat,
melainkan lebih kearah pembagian kekuasaan antara presiden dan partai politik
dalam DPR. Dengan kata lain, model demokrasi era Reformasi dewasa ini kurang
mendasarkan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.[6]
C. Ajaran Demokrasi berdasarkan Pancasila
Telah di ketahui
bahwa pancasila merupakan ideologi dan pandangan yang harus di realisasikan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Khususnya dalam
kehidupan bernegara, segala bentuk penyelenggaraan negara harus sesuai dengan nilai
–nilai pancasila sebagaimana nilai- nilai yang telah di kembangkan terlebih
dahulu. Demokrasi dengan dasar pancasila berarti jiwa dan roh dari proses
demokrasi itu selalu tercemin nilai – nilai pancasila. Perilaku politik warga
negara yang telah mempunyai hak – hak politik haruis dapat mencerminkan
pancasila. Pancasila dalam hal ini di jadikan sebagai kontrol pada saat
berkomunikasi, bermusyawarah, dan pengambilan keputusan dalam partai poilitik.
Demokrasi dalam
ajaran pancasila di samakan dengan kerakyatan, yang tercantum pada sila ke
empat yang berbunyi; “kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan”. Dalam pancasila rumusannya merupakan
satu kesatuan yang saling mengualifikasi, tiap sila mengandung keempat sila
lainnya, sehingga sila keempat pancasila di kualifikasi oleh empat sila ainnya.
Dengan demikian demokrasi pancasila dapat di rumuskan secra lengkap sebagai
berikut; Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, yang berketuhanan yang Maha Esa berkemanusiaan yang
adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, dan Berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Demokrasi
pancasila dalam perilaku politik harus menunjukkan ketakwaan kepada Tuhan yang
Maha Esa, menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan ( tanggang rasa, tepa
selira, dan cita kasih) mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa ( mengutamakan
kepentingan umum, rela berkorban dan cinta tanah air ), mengutamakan
pengambilan keputusan dengan musyawarah / mufakat (berbicara penuh hikmah dan
kebijaksanaan dan pertimbangan rasional) dan mewujudkan keadilan dalam
kehidupan (layanan harus adil, prima, hukuman harus di jatuhkan dengan rasa
keadilan, mengambil sesuatu harus sesuai dengan hak nya, sikap tidak merugikan
orang lain, masyarakat dan negara).
Dalam konteks
sistem demokrasi konstituonal menurut UUD1945, nilai – nilai fundamental yang
secara ideal menjadi panutan demokrasi pancasila adalah sebagai berikut;
1.
Kesadaran mengisi kemerdekaan melalui belajar keras menjadi manusia
berkualitas, siap bela negara dan siap berkorban.
2.
Kesadaran bahwa kemerdekaan adalah Rahmat Allah yang Maha kuasa,
melalui selalu bersyukur kepada Allah.
3.
Kepekaan atas kewajiban pemerintah dengan sikap kritis, adptif
terhadap kebijakan publik.
4.
Kemauan untuk selalu memperkuat keimanan dan ketakwaan terhadap
Tuhan yang Maha Esa.
5.
Kemauan untuk bersama – sama membangun persatuan dan kesatuan
bangsa.
6.
Kemauan untuk jiwa kemanusiaan dengan saling menghormati sesama.
7.
Kesadaran akan NKRI melalui perilaku tidak bersikap kesukuan,
kedaerahan dan federalis.
8.
Kesadaran sistem kepresidensial dengan menghormati jabatan dan
simbol kepresidenan.
9.
Kesadaran dan kemampuan melakukan pemilu yang luber.
10. Kesadaran akan kesejajaran DPR
dengan pemerintah dengan mewujudkan pemahamn saling kontrol.
11. Kesadaran untuk mendukung otonomi
daerah dengan berpartisipasi secara maksimal dalam pembangunan daerah.
12. Kesadarn akan akuntabilitas publik
keuangan dengan mewujudkan sikap kritis, dan adaptif.
13. Kesadaran dan kemauan menjaga
wilayah nagara (wawasan nusantara) dengan memelihara lingkungan dan mengelola
kekayaan alam sesuai dengan perundang – undangan.
14.
Kepekaan terhadap kedudukan kehakiman yang merdeka dengan sikap
kritis dan adaptif terhadap keputusan pengadilan.[7]
Nilai – Nilai Demokrasi
1.
Kebebasan Menyatakan Pendapat
Kebebasan
menyatakan pendapat adalah sebuah bagi warga negara biasa yang wajib di jamin
dalam Undang – Undang dalam sebuah sistem politik demokrasi. Kebebasan ini di
perlukan karena kebutuhan untuk menyampaikan pendapat senantiasa muncul dari
setiap warganegara dalam era pemerintah terbuka. Warga negara dalam
menyampaikan pendapat kepada pejabat, lurahcamat, bupati, anggota DPR/ DPRD atau bahkan presiden, baik melalui
pembicaraan langsung, lewat surat, lewat media masa,atau melalui wakil – wakil
nya di DPRD.
2.
Kebebasan Berkelompok
Kebutuhan dalam
berkelompok pada saat era modern seperti ini semakin tumbuhnya. Persoalan –
persoalan yang muncul di masyarakat yang sedemikian kompleks seringkali memerlukan
organisasi untuk menemukan jalan keluar. Demokrasi menjamin kebebasan warga
negara untuk berkelompok, termasuk membentuk partai baru ataupun mendukung
partai apapun. Tidak ada lagi keharusan mengikuti ajakan dan intimidasi
pemerintah. Demokrasi memberi alternatif yang lebih banyak dan lebih sehat bagi
warga negara.
3.
Kebebasan berpartisipasi
4.
Kesetaraan Antar warga
5.
Rasa Percaya
6.
Kerjasama
Kerja sama
untuk mengatasi persoalan yang muncul dalam masyarakat. Kerja sama yang di
maksud disini ialah kerja sama dalam hal kebajikan.[8]
Unsur – Unsur penegak Demokrasi
1.
Negara Hukum (rechtsstaat atau the rule of law)
Negara hukum memiliki pengertian
bvahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui
pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta penjaminan hak asasi
manusia. Secara garis besar negara hukum adalah sebuah negara dengan gabungan
kedua konsep Rechtsstaat dan the rule of law.
Kopnsep
Rechtsstaat memiliki ciri – ciri sebagai berikut;
a)
Adanya perlindungan terhadap HAM.
b)
Adanya pemisah dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin
perlindungan HAM.
c)
Pemerintahan berdasarkan peraturan.
d)
Adanya peradilan administrasi.
Sedangkan
konsep the rule of law memiliki ciri – ciri sebagai berikut;
a) Supremasi aturan – aturan hukum.
b) Kesamaan kedudukan di depan hukum.
c) Jaminan perlindungan HAM.
Dengan demikian konsep negara hukum sebagai gabungan dari 2 konsep
di atas, di cirikan sebagai berikut;
a) Adanya jaminan perlindungan terhadap HAM
b) Adanya supremasihukum dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
c) Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara.
d)
Adanya lembaga peradialn
yang bebas dan mandiri.
2.
Masyarakat Madani
Masyarakat madani di cirikan dengan masyarakat terbuka, yang bebas
dari pengaruh kekuasaan dan tekanan negara, yang kritis dan berpartisipasi
aktif serta egaliter. Masyarakat madani merupakan elemen yang sangat signifikan
dalam membangun demokrasi, sebab salah satu syarat penting bagi demokrasi
adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses – proses pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan.masyarakat madani
mensyaratkan adanya civic engagement, yaitu keterlibatan warga negara
dalam asosiasi – asosiasi sosial. civic
engagement ini memungkinkan sikap terbuka , percaya, dan toleran antar suku
dengan yang lain yang sangat pentiing bagi politik demokrasi.
3.
Infrastruktur Politik
Sebagai salah satu unsur yang menegakkan demokrasi, maka partai
politik memiliki beberapa fungsi;
a) Sebagai sarana komunikasi politik.
b) Sebagai sarana sosialisasi
politik.
c) Sebagai sarana rekrutmen kader dan anggota
politik.
d)
Sebagai saran pengatur
konflik.
Keempat fungsi parta
politik tersebut merupakan pengejawentahan dari nilai – nilai demokrasi yaitu
adanya partisipasi kontrol rakyat melalui partai politik terhadap kehidupan
kenegaraan dan pemerintahan serta adanya pelatihan penyelesaian konflik secara
damai.
Aspek – Aspek Demokrasi Pancasila
1.
Aspek Meterial
Demokrasi pancasila harus di jiwai dan di intregasikan oleh sila-
sila lainnya. Karena itulah, pengertian demokrasi pancasila tidak hanya
merupakan demokrasi merupakan demokrasi politik tetapi jiuga demokrasi ekonomi
dan sosial.
2.
Aspek formal
Mempersoal kan aspek dan cara rakyat menunjuk wakil – wakilnya
dalam badan – badan perwakilan rakyat dan pemerintahan dan bagaimana mengatur
permusyawaratan wakil – wakil rakyat secara bebas, terbuka, dan jujur untuk
mencapai kesepakatan bersama.
3.
Aspek Normatif
Mengungkan seperangkat norma atau kaidah yang membimbing dan
kriteria untuk mencapai tujuan.
4.
Aspek Oktatif
Mengetengahkan tujuan dan keinginan yang hendak di capai.
5.
Aspek Organisasi
Mempersoalkan organisasi sebagai wadah pelaksanakan demokrasi pancasila
dimana wadah tersebuit harus cocok dengan tujuan yang hendak di capai.
6.
Aspek Kejiwaan
Menjadi semangat para penyelenggara negara dan semangata para
pemimpin pemerintah.[9]
D.
Demokrasi Indonesia Menjaga Persatuan
Makna
persatuan tidak luput dari ajaran silaturrahmi yaitu meningkatkan kesadaran
bahwa sesungguhnya tak seorang pun manusia yang bisa eksis tanpa bantuan dari
orang lain. Kesadaran seperti ini dalam pergaulan sosial menjadi penting
sebagai pangkal tolak untuk bergulirnya budaya saling menolong, mengingatkan
tentang kebenaran dan kesabaran. Budaya tersebut sebenarnya merupakan inti dari
apa yang di sebut dengan demokrasi yang di dalamnya di perlukan sikap mental
bahwa yang mengingatkan tidak merasa lebih
tinggi dari yang di ingatkan, demikian pula sebaliknya. Karena itu silaturrahmi
yang di anjurkan dalam islam tidak sekedar berdiemensi pada individu berupa
pembebasan kendala hubungan antar individu, melainkan lebih dari itu, yakni
berupa pembebasan hubungan – hubungan sosial dan politik dari kendala – kendala
yang ,menghambat mental dan moral seorang untuk berpartisipasi dalam kehidupan
bersama. Proses jalinan silahturrahmi tidak di awali oleh pihak yang lemah
melainkan oleh pihak yang kuat. Dimensi silaturrahmi seperti ini adalah yang
paling memungkinkan untuk memaknai tuntutan pergaulan nasional dalam rangka
terus memelihara persatuan dan kesatuan bangsa negara.[10]
Matriks
Indikator Demokrasi
Variabel
|
Dimensi
|
Indikator
|
Hak Asasi manusia
|
Penghargaan terhadap hak hak individu
|
Ø Adanyapersamaan setiap hak antar setiap warga untuk
mendapatkan pendidikan.
Ø Adanya
pengakuan dan penghormatan terhadap identitas seseorang.
Ø Adanya
pengakuan dan penghormatan Terhadap harkat martabat seseorang tanpa
membedakan kelas, ras dan agama.
|
Hak – hak sipil dan politik
|
Ø Jaminan atas
bebas berekspresi.
Ø Jaminan atas
bebas Berserikat dan berkelompok.
Ø Jaminan atas
bebas Di pilih dan memilih.
|
Ø Terbentuknya
kantor publik pembela HAM
Ø Terbentuknya
komisi HAM interpenden.
Ø Jumlah dan
lingkup pembunuhan politik.
|
Berpartisipasi Publik
|
Ø Perlindungan
dari kekerasan politik.
Ø Jaminan atas
eksistensi masyarakat sipil.
Ø Jaminan atas
partisipasi masyarakat sipil dalam proses pembuatan kebijakan.
|
Ø Eksisnya bagi
warga untuk mengutarakan pendapat, keberatan atau persetujuan terhadap
kebijakan yang sedang akan di terapkan.
Ø Setiap warga
mendapatkan informasi yang memadai mengenai kebijakan publik yang sedang atau
akan di terapkan.
Ø Sejauh mana
terdapat partisipasi dari elemen – elemen masyarakat sipil yang berbeda.
|
Kewarganegaraan yang setara
|
Ø Perlindungan
dari kekerasan politik.
Ø Jaminan atas
masyarakat yang plural.
Ø Pengakuan
kelompok kelompok minoritas.
|
Ø Terbentuknya
mekanisme untuk menyelesaikan konflik yang komunal.
Ø Sejauh mana
deskriminasi terjadi atas keluarga dan minoritas.
Ø Sejauh mana konflik
konflik komunal kekerasan terjadi dan terselesaikan.[11]
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Demokrasi yaitu pemerintahan oleh rakyat, kekuasaan tertinggi
berada di tangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil –
wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemerintahan bebas.
2.
Sejarah demokrasi di indonesia dapat di bagi menjadi empat periode,
yaitu; periode 1945- 1959, periode 1959-1965, periode 1965-1998, periode 1998-
sekarang.
3.
Demokrasi dalam ajaran pancasila di samakan dengan kerakyatan, yang
tercantum pada sila ke empat yang berbunyi; “kerakyatan yang di pimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi pancasila
dalam perilaku politik harus menunjukkan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa, menjunjung
tinggi nilai – nilai kemanusiaan, mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa,
mengutamakan pengambilan keputusan dengan musyawarah / mufakat, dan mewujudkan keadilan dalam kehidupan
(layanan harus adil, prima, hukuman harus di jatuhkan dengan rasa keadilan,
mengambil sesuatu harus sesuai dengan hak nya, sikap tidak merugikan orang
lain, masyarakat dan negara).
Nilai – Nilai Demokrasi antara lain;
a.
Kebebasan menyatakan pendapat
b.
Kebebasan berkelompok
c.
Kebebasan berpartisipasi
d.
Kesetaraan Antar warga
e.
Rasa Percaya
f.
Kerjasama
DAFTAR PUSTAKA
Syarbaini, Syahrial. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta; Ghalia Indonesia.
Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan Paradigma
Terbaru untuk Mahasiswa. Bandung: Alfabeta.
Taniredja, Tukiran. 2015. Konsep Dasar
Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta; Penerbit Ombak.
Hidayat,
Komaruddin dan Azra, Azyumardi. 2001. Demokrasi HAM dan masyarakat madani. Jakarta; ICCE.
Noor Ms, Bakry. 2009. Pendidikan
Kewarganegaraan. Yogyakarta; Pustaka Pelajar Offset.
Junaidi, Muhammad. 2013. Pendidikan
Kewarganegaraan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Fatwa, Am. 2001. Demokrasi Teistis.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zuhro,
ST. Dkk. 2009. Demokrasi Likal Perubahan dan Kesinambungan Nilai – Nilai
Budaya Politik Lokal. Yogyakarta: Ombak.
[1] Tim
Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan,
Pendidikan Kewarganegaraan Paradigma Terbaru untuk Mahasiswa,
Alfabeta, Bandung: 2013. hal. 125
[2] Komaruddin hidayat dan Azyumardi Azra, Demokrasi HAM dan masyarakat
madani, ICCE, Jakarta;2001, hal. 130.
[3] Komaruddin hidayat dan Azyumardi Azra, ibid,hal.131
[5] Komaruddin hidayat dan Azyumardi Azra, op cit, hal. 132
[6] Muhammad Junaidi, pendidikan Kewarganegaraan, Graha Ilmu, Yogyakarta:
2013, hal. 61
[7] Syahrial syarbaini, Pendidikan Kewarganegaraan, Ghalia
Indonesia, Jakarta: 2014, hal.81
[9] Muhammad junaidi. Loc cit. Hal. 57
[10] AM Fatwa, Demokrasi Teistis, Pustaka Utama, Jakarta: 2001, hal.273,
[11] ST, Zuhro, Demokrasi Lokal dan Kesinambungan Nilai – Nilai Budaya
Politik Lokal, Ombak, Yogyakarta: 2009, hal.25
Author: Diemas