Apa
kata sam’an wa tho’atan berdampak pada kepribadian santri?
Santri
Menjawab;
Sam’an wa tho’atan
adalah masdar dari fi’il madhi sam’an dan ‘athoa yang berarti mendengar dan
mentaati. Dalam Al-Qur’an tidak ada kata sam’an watho’atan tetapi yang
ada sami’na wa atho’na yaitu fiil madhi bertemu dhomir naa atau dalam
bahasa jawa berarti “Sendiko Dawuh”, di salah satu ayat Al-Qur’an, yakni QS. Al
Baqarah: 285. Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang-orang beriman kepada Allah,
Rasul-nya, para malaikat serta kitab-kitab yang diturunkan Allah. Mereka menjawab Sami’na
Wa Atho’na, kami mendengar dan taat.
Sebagai santri, sam’an watho’atan
kepada kyai atau para guru merupakan kunci utama untuk mendapatkan barokah ilmu
yang sudah ditempuh. Karena semua itu akan terasa lebih baik jika kita
mengharap barokah dari para kyaidan guru. Dengan trilogy dasar (Iman, Islam dan
Ihsan) pembentukan karakter tersebut dapat membentuk mental dan moral santri
untuk menghadapi perkembangan zaman.
Keberhasilan seorang
santri memang tidak luput dari sam’an wa tho’atannya, baik kepada kyai, guru,
maupun peraturan yang ada di pesantren. Memang terlihat sepele, namun menurut saya
banyak santri yang sukses karena ilmu mereka yang barokah. Perlu kita ketahui
bahwa terkadang ada seorang santri prestasinya sangat luar biasa di pesantren,
namun setelah ia lulus dari pesantren, ilmunya kurang bermanfaat bagi
masyarakat. Akan tetapi ada juga santri ketika di pesantren terlihat
biasa-biasa saja, namun setelah lulus dari pesantren ilmunya bermanfaat bagi
masyarakat. Saya yakin seratus persen bahwa kunci keberhasilan seorang santri
tidak hanya karena prestasi yang diraih salama sekolah. Namun salah satu faktornya
adalah dari bagaimana seorang santri mampu menghargai ilmu dan sam’an wa
tho’atan kepada kyai.
Peraturan di pesantren
merupakan contoh kecil dari kehidupan masyarakat yang harus dipatuhi. Dalam
kehidupan masyarakat, kita harus bisa menjadi contoh yang baik bagi masyarakat
karena biasanya orang dari pesantren sopan, manut dan lain-lain. Salah satunya
adalah mematuhi aturan. Kita seharusnya bisa menjadi contoh agar dapat membuat
dukungan dari banyak orang juga bantuan dari orang yang mendukung kesuksesan
kita. Dari hal terebut bisa kita simpulkan bahwa, dukungan dan bantuan tak
kalah penting dengan usaha agarkita lebih semangat dan lebih mudah untuk meraih
pintu sukses. Kedua hal tersebut hanyalah sebuah penyemangat bagi diri kita
sendiri, tapi jika hal ini ada dalam perjalanan mengetuk pintu sukses, maka tak
diragukan oleh orang-orang.
Di era modern banyak orang meresa dirinya akan sukses jika pintar dan berpendidikan tinggi. Sehingga orang-orang berpendidikan meresa paling benar dan hebat. Mereka cenderung tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan orang lain walaupun bernilai positif. Mereka memiliki asumsi bahwa jika mereka mendengarkan orang lain sama saja mereka tidak memiliki kemampuan dan merendahkan kewibawaan. Mereka lupa bahwa mendengarkan itu juga penting. Bukankah penemu-penemu hebat di dunia ini tak lepas dari kegagalan-kegagalan atas apa yang dilakukan?, lalu apa yang membuat mereka sukses?, salah satunya yaitu mendengarkan dan menerima kritik maupun saran dari orang lain. Orang yang mendengarkan adalah orang yang hebat. Karena tidak semua orang mau diberi nasehat. Orang yang sukses adalah orang yang berani menerima semua masukan dari orang lain. Lantas?, Bagaimana para santri tidak sukses jika sudah dibekali sam’an wa tho’atan sejak masa mudanya?
Ada beberapa kesan dan pesan
dari sang guru untuk santrinya yaitu: niatkan hanya karena Allah dalam segala amal.
Niscaya dicatat sebagai ibadah kepada-Nya. Dengarkan nasehat guru dan
laksanakan!. Niscaya akan sukses ke depan, setiap ilmu yang kamu dapatkan, amalkan
karena allah, nisacaya akan mendekatkan dirimu kepada-Nya. Dan hiasilah dirimu dengan
akhlaqul karimah. Tetaplah istiqomah dalam menuntut ilmu, dan yang paling
prioritas, tata dulu niatnya, dan tingkatkan agar benar-benar karena Allah. Selamat
menjadi Santri yang BERSINDIKO DAWUH.
Author: Diemas